kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gelombang PHK Kembali Terjadi, Ini Sebabnya Menurut Pengamat


Senin, 17 Juni 2024 / 15:42 WIB
 Gelombang PHK Kembali Terjadi, Ini Sebabnya Menurut Pengamat
ILUSTRASI. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali menghantam para pekerja di dalam negeri.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali menghantam para pekerja di dalam negeri. 

Belum lama ini, produsen sepatu yakni PT Sepatu Bata Tbk yang menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat dan berujung PHK terhadap 200 pekerja. 

Selain itu ada juga laporan PHK terhadap pekerja di Tokopedia. 

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, maraknya PHK ini terjadi lantaran pertumbuhan ekonomi dalam negeri dalam kondisi rentan. 

Hal itu dibuktikan dari tidak maksimalnya kinerja industri dalam negeri, dimana share industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus turun dan minimnya penyerapan tenaga kerja. 

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Bayar 306 Ribu Klaim JHT Total Rp 3,5 Triliun Akibat PHK

"Indikatornya adalah meskipun pertumbuhan ekonomi stabil di angka 5%, penyerapan tenaga kerja tidak membaik dan kinerja industri tidak sebaik yang diinginkan," jelas Nailul kepada Kontan.co.id, Senin (17/6).

Kemudian dari sisi kepercayaan investor pun ada yang hilang, dimana investor teknologi yang masuk ternyata tidak membawa investasi riil yang signifikan. Bahkan menurutnya, masih kalah dengan investasi di negara tetangga seperti Malaysia ataupun Vietnam. 

"Makanya ekonomi kita stabil namun tidak berkualitas," ugkapnya. 

Khusus untuk maraknya PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), Huda menilai hal ini terjadi karena banjirnya produk impor dari negara China yang jauh lebih murah. 

Kondisi itu kemudian mempengaruhi permintaan TPT dalam negeri dimana konsumen beralih pada produk China yang dianggap lebih terjangkau. 

Dampaknya produk TPT dalam negeri terus tertekan dan tidak dapat bersaing terutama dari sisi harga.

"Produk China itu bisa masuk ke dalam kisaran harga masyarakat Indonesia. Belum lagi ditambah produk dari Thailand yang juga udah mulai masuk ke pasar-pasar tradisional," ungkap Nailul. 

Di lain sisi, pasar utama produk ekspor TPT dalam negeri yaitu Amerika Serikat tengah mengalami penurunan permintaan dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya, kinerja ekspor TPT tentu turut terganggu. 

Baca Juga: Jumlah Pengangguran Terbuka Diprediksi Naik Tahun Ini

Kondisi ini juga diperparah oleh produk TPT China yang masuk ke negara tujuan ekspor Indonesia. Hal itu yang akhirnya membuat produksi TPT dalam negeri menurun dan terjadi PHK dalam jumlah yang besar. 

Dalam catatan Kontan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 13.800 pekerja menjadi korban PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Belasan ribu buruh itu dari 10 pabrik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 

Dari sektor teknologi juga muncul kabar dari emiten teknologi GOTO, atas PHK ratusan karyawan di Tokopedia imbas akuisisi dan merger dengan Bytedance. 

Gelombang PHK juga tergambar dari laporan klaim pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Januari hingga April 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan 892.000 klaim JHT dengan nominal Rp 13,55 triliun. 

Dua alasan pengajuan klaim JHT terbanyak adalah peserta mengundurkan diri dari pekerjaanya dan mengalami PHK. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×