Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini sedang melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut. Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian atau evaluasi pemberlakuan PP 109/2012. Salah satunya terkait edukasi yang dilakukan pemerintah.
“Pasalnya, kami melihat bahwa pemerintah, khususnya Kemenkes, belum melakukan upaya konkret dalam mencegah perokok anak,” kata dia dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (4/6).
Henry menegaskan, GAPPRI pada dasarnya tidak setuju atas rencana revisi PP 109/2012, mengingat ketentuan PP yang lama masih relevan dengan kondisi saat ini. Oleh karena itu, GAPPRI berharap PP 109/2012 tetap dipertahankan karena masih relevan dengan kondisi saat ini.
Sementara itu, Henry mengaku asosiasi dan pelaku industri hasil tembakau (IHT) sampai saat ini tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah. Bahkan, pihaknya juga belum menerima draf revisi PP 109/2012.
Baca Juga: Simak poin-poin keberatan asosiasi petani tembakau Indonesia (APTI) terhadap FCTC
Padahal, merujuk Pasal 96 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pemerintah mengatur setiap pembentukan regulasi harus ada proses konsultasi publik dan transparan pada setiap tahap perumusannya. Selain itu, juga harus dilengkapi dengan analisis dampak regulasi yang prosesnya sesuai kaidah Regulatory Impact Analysis (RIA).
“GAPPRI memandang, revisi PP 109/ 2012 justru akan memperburuk kondisi usaha IHT yang saat ini sudah terpuruk akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020 dan tahun 2021,” tegas Henry.
Berdasarkan data resmi GAPPRI, tercatat 300 produk hukum yang dikenakan pada IHT. Terlebih IHT adalah industri yang padat regulasi (fully regulated). GAPPRI berharap setiap regulasi yang dibuat selalu melibatkan para pemangku kepentingan. IHT itu selain padat karya, juga padat aturan.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 dan iklim usaha yang tidak stabil ini, GAPPRI juga berharap industri hasil tembakau nasional tidak diganggu dengan isu-isu yang merugikan banyak pihak. Justru insentif pemerintah sangat dibutuhkan dalam kondisi saat ini agar ekonomi masyarakat bisa bertahan dalam situasi resesi global.
“Bahwa menjaga industri yang tersisa saat pandemi Covid-19 dengan daya tahan kuat seperti IHT perlu menjadi perhatian pemerintah. Ketika pemerintah perlu menjaga sisi permintaan dan suplai penyediaan masyarakat, maka dukungan dibutuhkan bagi industri,” terang Henry.
Lebih lanjut, GAPPRI meminta agar Pemerintah dalam situasi saat ini dapat berempati pada IHT yang memberikan pendapatan negara sangat besar.
“Demi keberlangsungan industri, sebaiknya wacana revisi PP 109/2012 tidak dilanjutkan demi menjaga iklim berusaha yang kondusif dan memberikan kepastian hukum,” tandas Henry.
Baca Juga: Komnas PT: Kemenkes dukung penuh revisi PP 109
Di sisi lain, Henry mengatakan pihaknya senantiasa mendukung penindakan rokok ilegal secara extra ordinary yang melibatkan Bea Cukai dan aparat penegak hukum lainnya. Hal ini sangat penting mengingat dampak dari keberadaan rokok ilegal tidak hanya berupa ketidakadilan bagi para pelaku usaha yang legal, tetapi juga industri secara keseluruhan termasuk petani dan pekerja legal.
“Kami menyadari bahwa perjuangan menahan laju peredaran rokok ilegal adalah perkara yang sangat menantang dan kerapkali mempertaruhkan nyawa,” kata Henry.
GAPPRI juga mendukung program prioritas pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk penanganan pandemi Covid-19. Hal itu mengingat, Kemenkes memiliki banyak fokus sebelum pandemi antara lain tingginya angka Kematian ibu dan angka kematian bayi (AKI/AKB), pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, dan program prioritas lain.
“Bahwa penanganan Covid-19 dan distribusi vaksin memerlukan konsentrasi penuh dari Kemenkes yang menyangkut keselamatan 271 juta rakyat Indonesia,” pungkas Henry.
Selanjutnya: RTMM SPSI minta LSM asing jangan intervensi industri hasil tembakau
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News