Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, menyampaikan pandangannya mengenai rencana kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok yang akan diterapkan tahun depan. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menambah beban berat bagi industri Hasil Tembakau (IHT) yang masih berjuang pulih pasca-kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan HJE selama beberapa tahun terakhir.
"Rencana kenaikan tarif HJE di 2025 tidak seharusnya diberlakukan, mengingat kondisi IHT yang masih belum pulih. Kenaikan harga rokok semakin membuat produk legal tidak terjangkau oleh masyarakat, terlebih dengan adanya kebijakan seperti PP 28/2024 yang semakin memberatkan kami," ujar Henry kepada KONTAN, Senin (2/12).
Baca Juga: Harga Jual Eceran Rokok Tetap Naik Tahun Depan
Lebih lanjut, Henry mengungkapkan bahwa kenaikan HJE yang semakin tinggi berisiko memperburuk masalah peredaran rokok ilegal. Ia menilai bahwa harga rokok legal yang semakin mahal akan mendorong konsumen, khususnya di kalangan menengah ke bawah, beralih ke produk rokok ilegal yang jauh lebih murah. Menurutnya, hal ini akan memperburuk maraknya rokok ilegal yang sudah sulit dibendung.
"Contohnya, harga Sigaret Kretek Tangan (SKT) isi 12 batang yang sekarang berkisar Rp12.000 - Rp14.000 per bungkus, akan meningkat menjadi Rp15.000 - Rp17.000 setelah kenaikan HJE. Sementara rokok ilegal, seperti Sigaret Kretek Mesin (SKM) isi 20 batang, hanya dihargai sekitar Rp10.000 - Rp12.000. Kesenjangan harga ini akan membuat rokok ilegal semakin laris," jelas Henry.
Dalam menghadapi hal tersebut, Henry menegaskan bahwa Gappri tidak bisa bekerja sendirian untuk memberantas rokok ilegal. Ia berharap pemerintah akan terus melakukan pemberantasan rokok ilegal hingga ke produsen dan menciptakan kebijakan yang menjaga jarak harga yang wajar antara rokok legal dan ilegal, sehingga tidak mempermudah perkembangan pasar rokok ilegal.
Baca Juga: Rencana Pemerintah Kerek Harga Jualan Eceran Rokok Bikin Dilema
Kondisi industri rokok dalam negeri, menurut Henry, saat ini berada di bawah tekanan yang berat baik dari aspek fiskal maupun non-fiskal. Lebih dari 480 aturan yang ada sudah memberikan pembatasan yang signifikan bagi industri rokok, dan penambahan kebijakan yang memberatkan hanya akan memperburuk kondisi ini.
"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah tidak menaikkan tarif CHT dan HJE di 2025 hingga 2027 agar industri ini dapat melakukan pemulihan. Selain itu, kebijakan seperti PP 28/2024 yang membatasi kadar tar dan nikotin, melarang bahan tambahan, serta melakukan penyeragaman kemasan sebaiknya tidak diberlakukan karena tidak sesuai dengan karakter produk rokok kretek yang menjadi ciri khas Indonesia," pungkas Henry.
Selanjutnya: Sentil Pejabat Toxic, Luhut: Mau Kaya Jangan Jadi Pejabat!
Menarik Dibaca: Ini Kualitas Keyboard dari Keychron Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News