kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.854   1,00   0,01%
  • IDX 7.394   11,51   0,16%
  • KOMPAS100 1.125   4,57   0,41%
  • LQ45 880   4,27   0,49%
  • ISSI 225   0,50   0,22%
  • IDX30 450   2,82   0,63%
  • IDXHIDIV20 539   3,26   0,61%
  • IDX80 128   0,69   0,54%
  • IDXV30 131   1,03   0,79%
  • IDXQ30 149   0,68   0,46%

Rencana Pemerintah Kerek Harga Jualan Eceran Rokok Bikin Dilema


Jumat, 29 November 2024 / 20:49 WIB
Rencana Pemerintah Kerek Harga Jualan Eceran Rokok Bikin Dilema
ILUSTRASI. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok pada tahun 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok pada tahun 2025.

Kendati begitu, Bea Cukai akan melakukan penyesuaian harga jual eceran (HJE) produk tembakau untuk tahun depan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT), namun tetap melakukan penyesuaian terhadap harga jual eceran (HJE). 

Menurutnya, langkah tersebut menimbulkan dilema di kalangan pengusaha industri hasil tembakau (IHT).

"Bagaimana harga jual eceran bisa naik sementara tarif CHT tidak? Ini ibarat buah simalakama karena kedua komponen tersebut saling berhubungan. HJE tembakau otomatis mengalami kenaikan bila CHT naik," ujar Diana kepada Kontan.co.id, Jumat (29/11).

Baca Juga: Cukai Rokok Batal Naik, Pemerintah Segera Umumkan Kenaikan Harga Jual Eceran

Diana menilai kebijakan cukai perlu memperhatikan keseimbangan agar dampak negatif terhadap IHT dan perekonomian dapat diminimalisir. Dia bahkan mengusulkan moratorium CHT sebagai salah satu solusi.

“Sebab, ada kecenderungan juga para perokok melakukan migrasi ke rokok-rokok ilegal. Dengan menaikkan HJE, maka kemungkinan terjadi migrasi massal sangat besar sekali,” tegasnya.

Menurut Diana, kenaikan HJE yang tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat akan memperparah peredaran rokok ilegal. Hal ini dapat menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 5,76 triliun per tahun.

“Dengan kata lain, kenaikan HJE juga pasti akan memberatkan para pengusaha,” tambahnya.

Diana mengungkapkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau per Agustus 2024 mencapai Rp 138,4 triliun, tumbuh 5% secara tahunan.  Hal ini menunjukkan bahwa tarif cukai saat ini masih relevan dan bisa mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan IHT.

Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah sebaiknya tidak hanya terfokus pada menaikkan tarif CHT dan HJE saja, namun juga mencari solusi menimimalisir peredaran rokok ilegal, baik melalui regulasi maupun pengawasan yang lebih konkrit lagi. 

Baca Juga: Cermati Prospek Emiten Rokok di Tengah Kinerja Anjlok dan Sentimen Cukai

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Chandra Wahjudi berharap besaran penyesuaian HJE yang akan ditetapkan pemerintah tidak menyebabkan kontraksi industri mengingat pada tahun depan juga ada rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% serta kenaikan UMK.

"Ini tentunya akan menambah tekanan pada penjualan yang mengharuskan perusahaan melakukan efisiensi," katanya.

Chandra menyebut, sat ini IHT sudah mengalami tekanan karena adanya berbagai aturan pembatasan. Untuk itu, Chandra menyarankan agar pemberantasan peredaran rokok ilegal harus lebih diintensifikasikan bukan saja manyasar pengedar tetapi juga produsen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×