Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suhu udara di kota Zurich yang sangat dingin tidak menghalangi niat puluhan orang pengusaha Swiss hadir dalam Forum Bisnis yang diadakan KBRI Bern awal pekan ini. Pelaku usaha Swiss yang hadir dalam kegiatan tersebut berasal dari berbagai sektor antara lain konstruksi, jasa asuransi, farmasi, perbankan, industri senjata, telekomunikasi, perhotelan, industri makanan dan lainnya.
Forum bisnis dengan topik Enhancing Business Relations under Indonesia European Free Trade Agreement (IE-CEPA). IE CEPA menarik minat dunia usaha Swiss untuk mengetahui peluang usaha lebih besar dengan Indonesia. Duta Besar RI Bern Muliaman D Hadad dalam sambutannya menyatakan Indonesia dan negara EFTA akan menghilangkan ribuan tarif untuk memperlebar akses pasar untuk kedua pihak. “Sekitar 98% tarif line masuk dari Indonesia dan negara EFTA akan dikurangi” ujar Muliaman, dalam rilis yang diterima KONTAN, Kamias (13/12)..
Pembicara lain Ketua SwissCham Indonesia Luthfi Mardiansyah mengatakan ekosistem Swiss di Indonesia sudah lama. Sebanyak 152 perusahaan Swiss di Indonesia sejak belasan tahun lalu menyebabkan masyarakat Indonesia sangat kenal dengan Swiss. Direktur Fasilitas Daerah BKPM Nurul Ichwan mengungkapkan, Swiss adalah investor ketiga terbesar dari Eropa di Indonesia. Industri kimia dan farmasi mendominasi investasi Swiss di Indonesia. Dengan IE CEPA fasilitasi investasi akan lebih banyak dengan proses yang lebih mudah sehingga investasi Swiss di sektor lainnya bisa meningkat. Angela Di Rosa dari Swiss Global Enterprises (S-GE) menyatakan inilah saatnya memperluas penetrasi pasar oleh kedua pihak. “Tentu akan ada kendala dalam berbisnis di Indonesia, tapi banyak partner bisnis Indonesia yang memiliki etik berbisnis yang tinggi dan dapat diandalkan” ujar Angela.
Muliaman menyatakan, kegiatan ini merupakan upaya KBRI Bern mensosialisasi keberadaan IE CEPA kepada dunia usaha Swiss. “Menurut sebuah penelitian, dari lebih 400 FTA yang ditandangani di berbagai belahan dunia, hanya sekitar 30% yang telah dimanfaatkan. Kendalanya antara lain ketidak-mengertian dunia usaha atas manfaat perjanjian karena tidak disosialisasikan dengan baik” ujar Muliaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News