Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Donald Trump akan dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45 malam nanti (20/1). Ekonom menilai, fundamental Indonesia cukup kuat menghadapi efek dari kebijakan ekonomi Trump.
Eric Sugandi, Chief Economist SIGC (SKHA Institute for Global Competitiveness) Eric mengatakan, bila nantinya Trump berhasil membuat ekonomi AS tumbuh pesat. Maka akan ada risiko capital outflow di Indonesia, namun Indonesia cukup kondusif menghadapi hal ini.
“Tetapi Indonesia masih kuat apabila ada fenomena superdollar. Yang harus diliat adalah pergerakan rupiah juga,” kata Eric kepada KONTAN, Kamis (19/1).
Menurut Eric, dalam hal ini yang harus dilakukan Indonesia adalah menjaga konsumsi rumah tangga. Selama ini, menurutnya pemerintah sudah melakukan berbagai cara yang membuat ekonomi Indonesia kondusif.
“Tetapi Bank Indonesia sudah cukup bisa menjaga. Suku bunga juga sudah cukup rendah, harusnya kondusif, tinggal eksternal saja. Bila tidak baik akan menghambat, tetapi tidak berarti ekonomi Indonesia akan jelek juga,” ujarnya.
Saat ini, Bank Indonesia mempertahankan bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate di level 4,75%, dengan mempetimbangkan potensi proteksionisme perdagangan dan bunga acuan AS. Jumat siang ini, pasangan USD/IDR di level 13.375 di pasar spot.
Sementara itu, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, dilihat dari pemilihan menteri dalam kabinetnya yang kebanyakan petinggi di korporasi, kemungkinan kebijakan Trump akan lebih pro bisnis sehingga apa yang dikhawatirkan selama ini soal kebijakan-kebijakan ekonomi Trump yang kontroversial kemungkinan tidak akan terjadi.
"Bila Trump tidak proteksionis, itu akan bagus karena ekspansi fiskalnya akan membuat AS tumbuh. Tumbuhnya AS akan berdampak postif ke China. Jika ekonomi China positif, Indonesia juga bisa positif,” katanya.
Meski begitu, kemungkinan kebijakan-kebijakan Trump lebih proteksionis masih ada. Hal ini kemudian akan berdampak kepada lebih parahnya perekonomian Tiongkok yang saat ini sedang dalam masa konsolidasi
“Bila Tiongkok ambruk, Indonesia juga bisa ambruk. Seperti domino effect," kata Lana.
Oleh karena itu menurut Lana, Indonesia harus lindungi produksi dalam negeri dengan melakukan proteksi.
“Karena bila kita terbuka, kita akan jadi sasaran pasar, sehingga Indonesia perlu memberi perlindungan ke industri dalam negeri karena masuknya barang impor akan banyak akibat China membidik Indonesia sebagai pasar ekspor baru selain AS. Itu ancaman dari rencana kebijakan Trump,” katanya.
Meski begitu, menurut Lana Trump baru bisa menggunakan budget-nya sendiri pada Oktober 2017, sehingga mungkin dampak dari kebijakannya bakal terasa di 2018.
“Selama 2017, Trump masih pakai budget Obama. Mungkin itu tidak bisa mendongkrak pertumbuhan 3,5% yang ia harapkan, sehingga mungkin orang akan kecewa,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News