Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
Dana pembangunan
Betul bahwa di era pemerintahan Presiden Joko Widodo belanja pemerintah lebih berkualitas. Presiden Joko Widodo patut mendapat acungan jempol karena berani memangkas subsidi energi, terutama subsidi BBM, secara radikal sebesar 66,2%. Sehingga ratusan triliun rupiah uang rakyat dialihkan untuk tujuan yang lebih produktif.
Pada tahun 2015 mendadak sontak anggaran untuk infrastruktur naik tajam sebesar 123,4%. Anggaran untuk menguatkan sumber daya manusia juga naik tajam, masing-masing untuk kesehatan naik 83,2% dan untuk pendidikan naik 27,4%.
Kenaikan tajam alokasi belanja untuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan bisa naik tajam karena pemangkasan tajam subsidi energi.
Setelah itu, pembangunan infrastruktur tetap gencar, ditopang oleh kenaikan alokasi anggaran yang tetap tinggi. Sementara itu alokasi dana untuk kesehatan dan pendidikan naik ala kadarnya, bahkan pada tahun 2017 tertahan.
Dari mana datangnya dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang masif itu? Padahal penerimaan negara dari pajak seret. Pertumbuhan penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak justru menunjukkan kecenderungan menurun.
Puncaknya adalah pada Januari-September 2017 yang mengalami penurunan atau pertumbuhan negatif dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun lalu.
Nisbah pajak pun turun dari waktu ke waktu. Padahal nisbah pajak Indonesia masih tergolong rendah, tapi sudah kehabisan tenaga. Sektor industri yang merupakan penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak justru mengalami penurunan pertumbuhan sehingga memperlemah basis pajak.
Hendak mengandalkan pembiayaan dari perbankan dalam negeri? Kemampuan perbankan kita amat terbatas.
Hendak menambah utang pemerintah dengan mengeluarkan obligasi atau Surat Utang Negara (SUN)? Undang-undang Keuangan Negara membatasi defisit maksimum hanya 3%.
Jadi, agar tidak merusak stabilitas makro ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan diet, yakni memangkas belanja infrastruktur.
- Tidak ada pilihan lain kecuali memangkas pengeluaran.
- Hampir tidak ada lagi ruang untuk memotong belanja rutin.
- Memangkas belanja modal merupakan kenicayaan, antara lain:
a. Menjadwal ulang proyek-proyek infrastruktur.
b. Tidak mencairkan penyertaan modal negara (PMN).
- Secepatnya melakukan tindakan. Jika tidak, ancaman menghadang:
a. Peninjauan sovereign rating oleh rating agencies.
b. Stabilitas makro ekonomi goyah.
c. Ongkos ekonomi dan politik sangat mahal, berpotensi mengalami "krisis kecil".
Semoga ada lingkaran dalam Istana yang bisa meyakinkan Presiden agar segera bertindak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News