Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski mendapat penolakan elemen masyarakat sipil, Presiden Jokowi tetap pada keputusannya untuk merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. DPR dan pemerintah pun telah mengesahkan revisi Undang-Undang KPK dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9) siang ini.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengaku tidak kaget dengan sikap Jokowi tersebut. Ia punya analisis sendiri mengapa presiden akhirnya berani menyetujui revisi.
Menurut Fahri, sikap Jokowi ini adalah puncak kekesalannya atas gangguan yang selama ini diciptakan KPK. "Nah inilah yang menurut saya puncaknya, Pak Jokowi merasa KPK adalah gangguan," kata Fahri lewat pesan singkat kepada wartawan, Selasa (17/9).
Baca Juga: Tak sampai dua minggu, revisi UU KPK resmi jadi UU
Menurut politisi PKS ini, sikap Jokowi yang merasa diganggu KPK sudah terjadi sejak awal masa pemerintahannya pada Oktober 2014. Fahri menyebut, awalnya Jokowi menaruh kepercayaan pada KPK. Sampai-sampai KPK diberikan kewenangan untuk mengecek rekam jejak calon menteri, sesuatu yang tidak diatur dalam UU.
"Saya sudah kritik pada waktu itu ketika KPK sudah mencoret nama orang. Dia taruh hijau, dia taruh merah, dia taruh kuning. Dia bilang yang hijau boleh dilantik, kuning tidak boleh karena akan tersangka dalam enam bulan, lalu kemudian yang merah jangan dilantik karena akan tersangka dalam sebulan. Luar biasa sehingga ada begitu banyak nama-nama dalam kabinet yang diajukan oleh Pak Jokowi dan parpol kandas di tangan KPK," kata dia.
Menurut Fahri, KPK waktu itu merasa bangga karena akhirnya dia diberi kepercayaan sebagai polisi moral oleh presiden. Namun selanjutnya, Fahri menilai KPK justru semakin bertindak berlebihan.
Puncaknya adalah ketika Jokowi memilih nama Budi Gunawan untuk dikirimkan ke DPR sebagai calon Kapolri. Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. "Tiba-tiba (Budi Gunawan) ditersangkakan tanpa pernah diperiksa oleh KPK," ujar Fahri.
Baca Juga: Ratusan karangan bunga berjajar di depan gedung KPK
Budi yang tidak terima saat itu melawan KPK lewat praperadilan. Ia menang dan lepas dari status tersangka. Tapi Fahri menilai KPK saat itu terus menggunakan masyarakat sipil, LSM termasuk juga media untuk menyerang sang calon tunggal Kapolri.
"Apa yang terjadi, Budi Gunawan terlempar, dia tidak jadi dilantik. Tetapi begitu Pak Jokowi mencalonkan Budi Gunawan kembali sebagai Kepala BIN, tidak ada yang protes, akhirnya diam-diam saja. Jadi KPK itu membunuh karier orang dengan seenaknya saja, tanpa argumen, dan itu mengganggu kerja pemerintah, termasuk mengganggu kerja Pak Jokowi," ucap Fahri.