kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   94,00   0,58%
  • IDX 7.166   -38,30   -0,53%
  • KOMPAS100 1.044   -6,02   -0,57%
  • LQ45 802   -6,08   -0,75%
  • ISSI 232   -0,07   -0,03%
  • IDX30 416   -3,18   -0,76%
  • IDXHIDIV20 486   -4,82   -0,98%
  • IDX80 117   -0,79   -0,67%
  • IDXV30 119   -0,02   -0,02%
  • IDXQ30 134   -1,35   -1,00%

ESDM matangkan skema bagi hasil migas


Jumat, 18 Desember 2015 / 10:30 WIB
ESDM matangkan skema bagi hasil migas


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Pemerintah sudah mewacanakan akan memberikan insentif bagi perusahaan produsen migas di Indonesia untuk mengantisipasi penurunan harga minyak dunia lewat mekanisme bagi hasil dengan skema revenue over cost.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM, I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan perhitungan bagi hasil melalui mekanisme revenue over cost hingga saat ini masih dalam pembahasan.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Hulu Migas, Djoko Siswanto bilang skema revenue over cost tengah dievaluasi untuk nantinya diterapkan di kontrak baru Blok Mahakam yang berlaku pada 2018 mendatang.

Untuk kontrak lainnya baik kontrak baru maupun lama belum ditetapkan dan masih dalam pembahasan.

"Untuk Mahakam itu sudah disepakati menggunakan revenue over cost, hanya soal split-nya berapa itu masih dibahas sekarang,"kata Djoko pada Rabu (16/12).

Melalui skema revenue over cost maka porsi bagi hasil antara pemerintah dan perusahaan migas akan lebih fleksibel.

Jika pembagian antara revenue dengan biaya hasilnya kurang dari satu maka pemerintah hanya akan mendapatkan FTP sebesar 20% saja.

Sementara jika hasil bagi antara revenue dengan cost berjumlah satu atau lebih maka akan diberikan split dengan porsi tertentu.

Sayangnya Djoko tidak menyebut besaran porsi split dalam skema revenue over cost yang nantinya akan ditetapkan.

"Semakin besar nilai pembaginya, maka semakin besar bagian negara. Tetapi jika hasil baginya dibawah satu maka pemerintah hanya mendapat FTP," kata Djoko.

Djoko bilang dalam menentukan skema revenue over cost, pemerintah mengunakan patokan harga US$ 50 per barel.

"Kalau harga US$ 50 lihat sliding scalenya, revenue over cost yang masuk yang mana, apakah dibawah satu, satu atau dua. Itu semua tergantung harga minyak ke depannya,"ujar Djoko.

Menurut Djoko, dengan skema revenue over cost tersebut maka pemerintah bisa menjawab ketidakpastian akibat fluktuasi harga minyak di masa depan, ketidakpastian produksi, ketidakpastian cadangan, dan ketidakpastian biaya.

Apalagi ada prediksi harga minyak di masa mendatang bisa menyentuh level harga US$ 20 per barel.

"Tapi kita masih optimis tahun depan sesuai APBN mencapai US$ 50 per barel. Maka itu skema tersebut diterapkan di Mahakam karena jika aturan split tetap sama, harga terus turun, resorvoir turun, khawatirnya itu sulit untuk menjaga penerimaan negara yang lebih baik. Sehingga untuk menghilangkan ketidakpastian, kita pakai model revenue over cost,"ujar Djoko.

Seperti diketahui, penerimaan negara hingga november 2015 baru mencapai sebesar $13,22 miliar dari target APBN 2015 sebesar US$ 14,99 miliar.

Sementara realisasi lifting minyak baru mencapai 777,7 million barel oil per day (MBOPD) dari target sebesar 825 MBOPD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×