Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Peraturan pemerintah mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN) menitahkan kepada pemerintah untuk menghentikan ekspor gas alam dan batubara. Hal ini seperti yang dibahas dalam Rapat Paripurna DPR kemarin (Selasa, 28/01) kemarin.
Pasalnya saat ini masih ada kontrak ekspor gas seperti gas Tangguh, Papua untuk tujuan ekspor ke Fujian, China.
Oleh karena itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih mempertimbangkan mekanisme peraturan KEN karena terkendali perjanjian ekspor ke Fujian yang saat ini masih dalam tahap renegoisasi.
Johanes Widjonarko, Plt Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan hingga saat ini, pemerintah masih membahas mekanisme dan belum menentukan harga gas.
"Sekarang masih diperbaiki dulu mekanismenya, kita sepakati dulu wilayah kerjanya, omongan terakhir belum sampai menentukan harga, tapi proses itu sedang berjalan. Ini masih progres, namanya juga usaha, " kata dia
Padahal, proses renegoisasi ini sudah berjalan hampir setahun, namun keputusan masih juga mengambang.
Dalam amanat KEN tersebut, penghentian ekspor gas dan batubara berlangsung untuk periode 2013 sampai 2015. Dalam pasal 10 PP KEN ayat 1 menyebutkan ketersediaan energi untuk nasional harus dipenuhi dengan mengurangi ekspor energi fossil terutama gas dan batubara.
Edy Hermantoro, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM menyatakan hal ini juga perlu karena gas itu merupakan bahan baku dan penggunaannya bisa digunakan untuk pembangkit listrik dan menggerakkan industri dalam negeri.
Namun, Edy menyatakan walaupun sudah disahkan di Paripurna, ESDM tetap akan mempertimbangkannya. "Kalau di paripurna ya itu dari sisi sana saja, lagipula itu kan perlu disetujui Presiden. Kalau dari sisi sini (ESDM), masih dikonsepkan, " kata dia sebelum menghadiri rapat kinerja Kementerian ESDM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News