Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah berencana untuk menyesuaikan kebijakan subsidi energi dengan biaya produksinya. Hal itu disampaikan pemerintah melalui rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang kebijakan energi nasional.
Dalam pasal 20 RUU PP tersebut, pemerintah mengusulkan harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan, yang merefleksikan biaya produksi energi, biaya lingkungan, biaya konservasi serta keuntungan yang berdasarkan kemampuan daya beli masyarakat.
Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengatakan kalau mau realistis, sudah seharusnya subsidi energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) dikurangi. Sebab, subsidi BBM yang besar telah memberatkan anggaran pemerintah. Di sisi lain, dalam penyalurannya, subsidi BBM juga tidak sesuai harapan.
Meski begitu Prasetyantoko mengaku sangsi pemerintah bisa merasionalisasi kebijakan di bidang energi tersebut. Sebab dibutuhkan keberanian untuk menghadapi kepentingan politik. "Bagi saya, rencana ini tergantung keberanian, dan prioritas mana yang diutamakan," kata Prasetyantoko, Selasa (28/1) di Jakarta.
Namun rencana kebijakan tersebut langsung mendapat respons negatif dari sebagian anggota dewan. Dalam sidang paripurna pada hari Selasa (28/1) kemarin, yang agenda awalnya untuk mengesahkan RUU ini, banyak pihak yang mempertanyakan maksud aturan ini. Hujan interupsi dalam sidang tersebut, memaksa pengesahan ditunda dengan jangka waktu yang belum pasti.
Sementara itu, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Maruarar Sitait menilai rencana pemerintah tersebut tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang yang melarang menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar. Jika itu dilakukan, maka akan membebani masyarakat, dan mengancam stabilitas ekonomi nasional.
Sedangkan anggota DPR dari Partai Demokrat Teuku Rifki Harsa mengatakan pemerintah memang sudah seharusnya mulai mengurangi subsidi. Menurutnya, subsidi lebih baik dialihkan untuk kebutuhan masyarakat lainnya seperti infrastruktur dan pendidikan. Dia juga mengatakan, ada dua mekanisme subsidi yang bisa dilakukan, pertama pemberian subsidi dengan nilai tetap dan pemberian subsidi langsung kepada masyarakat.
Pro kontra kebijakan subsidi sejauh ini masih belum begitu mencuat. Salah satunya adalah meskipun secara tidak langsung RUU ini menunjukkan niat pemerintah terkait pengurangan subsidi. Tetapi kata-kata yang dituangkan dalam rumusannya masih ambigu.
Pengamat perminyakan Pri Agung menilai pemerintah belum terlihat terbuka menunjukkan niatnya. Meskipun sejumlah pihak, seperti pemerintah dan DPR sebagian menyetujuinya, tetapi belum secara terang-terangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News