kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Eropa dan Asia dilanda gelombang baru corona, bagaimana dengan Indonesia?


Rabu, 21 April 2021 / 13:22 WIB
Eropa dan Asia dilanda gelombang baru corona, bagaimana dengan Indonesia?
ILUSTRASI. Kondisi paling mengkhawatirkan terjadi di India, di mana selama enam hari berturut-turut, negara itu melaporkan 200.000 kasus per hari. REUTERS/Danish Siddiqui


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Hal tersebut disampaikan oleh epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (20/4/2021). Dicky mengatakan, berdasarkan laporan tersebut, per 13 April lalu, Indonesia mencatatkan angka kematian per 100.000 penduduk yang lebih tinggi ketimbang India. 

"0,4 kita, India 0,3 per 100.000 penduduk. Artinya, situasi kita saat itu serius. Karena kematian ini indikator telat namanya," kata Dicky. 

Selain itu, Dicky menyebutkan, yang membuat Indonesia harus semakin waspada adalah test positivity rate, yang sudah lebih dari setahun ini, rata-rata selalu berada di atas 10 persen. 

"Ini sebenarnya menunjukkan PR kasus kita itu luar biasa banyak sekali, yang terus berkembang dengan pola eksponensial, dan tidak bisa kita hentikan," kata Dicky. 

Baca Juga: Mutasi Covid-19 mutan ganda menimbulkan kecemasan di India

Oleh karena itu, Dicky mengatakan, Indonesia termasuk ke dalam negara yang dikategorikan sebagai community transmission (penularan komunitas). "Itu level tertinggi dalam pengendalian pandemi, artinya terburuk," ujar Dicky. 

Testing dan tracing lemah 

Menilik situasi tersebut, Dicky berpendapat, tren penurunan kasus harian yang sebelumnya sempat dilaporkan Indonesia, sebenarnya tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat. 

"Karena tren penurunan kasus harian itu, tidak didukung dengan cakupan testing dan tracing yang memadai. Jangankan optimal, memadai pun tidak," kata Dicky. 

Baca Juga: Lebih dari 50 penumpang pesawat dari India tujuan Hong Kong positif Covid-19

"Jadi kalau bicara ada 5.000 kasus, kita tidak menemukan penguatan tracing, di mana dari 5.000 itu dikali 20 saja sudah 100.000 testing misalnya, tapi itu minimal kan," ujar dia. 

Menurut Dicky, standar cakupan testing semacam itu tidak pernah terjadi atau tercapai di Indonesia dalam satu tahun ini. 

"Kalau itu tidak pernah terjadi kemudian ada penurunan, di tengah test positivity rate yang tinggi, itu kan sebetulnya tanda tanya, dan itu satu hal yang serius sebetulnya," kata Dicky. 

Hal tersebut masih ditambah dengan tingginya angka laporan kematian di Indonesia, yang terjadi ketika sistem pelaporan kematian masih belum memadai. 

"Ini yang harus dicermati," ungkap Dicky. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×