Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah intensif membahas cukai untuk plastik. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga ingin mempercepat pembahasannya di parlemen.
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, aturan untuk cukai plastik masih dalam proses. Namun, semakin cepat semakin baik. "Agar ada kepastian untuk bisa diimplementasikan atau tidak dalam bentuk regulasi, hal ini sebagai tindak lanjut yang ada dalam nota keuangan serta pelaksanaan UU APBN 2018," katanya kepada KONTAN, Senin (19/2).
Nasruddin menambahkan, dalam pembahasan awal pemerintah memiliki prioritas mengenakan cukai untuk kantong kresek. Sebab, ini adalah kelanjutan dan reformasi kebijakan sebelumnya, yakni kantong kresek berbayar. "Dengan adanya cukai maka pengendalian dan pengadministrasian dapat berjalan lebih optimal," ucapnya.
Selain cukai plastik, pemerintah juga tengah membahas Barang Kena Cukai (BKC) lainnya, yakni cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan cukai emisi kendaraan.
Soal yang mana yang akan dibahas duluan di parlemen, Nasruddin bilang hal itu sedang dalam pembahasan internal Kemkeu antara BKF dan DJBC.
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menuturkan, DPR akan ikut apa yang menjadi agenda pemerintah sepanjang itu membantu penerimaan cukai."Itu kewenangan penuh pemerintah," ujarnya.
Tapi Misbakhun berharap cukai plastik bisa dibahas secepatnya di Komisi XI DPR lantaran memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.
Sementara itu pemerintah selama ini selalu mengandalkan penerimaan negara dari cukai rokok. "Saya berharap cukai plastik bisa dibahas secepatnya di Komisi XI DPR RI pada masa sidang berikutnya," kata Misbakhun.
Meski begitu, Sekjen Indonesian Olefin & Plastic Industry Association (Inaplas) Fajar Budiono bilang hingga saat ini Inaplas masih dalam posisi menolak pemberlakuan cukai plastik. Sebab, apabila masalahnya adalah lingkungan maka yang harus dibenahi adalah manajemen pengelolaan sampahnya lewat program manajemen sampah zero (masaro).
"Kalau masalahnya penerimaan negara, maka yang harus dilakukan revisi restitusi PPN ekspor yang dulu cuma dua bulan sekarang menjadi satu tahun untuk restitusinya, sehingga pabrik malas untuk ekspor barang jadi plastik," ucap Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News