Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, Kejagung menetapkan dua tersangka atas nama RD (Ridwan Djamaluddin) yang merupakan mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan HJ selaku sub koordinasi RKKB Kementerian ESDM.
Ketut menyebut, peran keduanya adalah memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo. Adapun kerugian negara kasus ini adalah Rp 5,7 triliun.
"Sekali lagi saya sampaikan dari dua tersangka yang hari ini kita tetapkan dan kita lakukan penahanan sudah 10 tersangka kita tetapkan. Demikian untuk perkara di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara," ujar Ketut dalam konferensi pers, Rabu (9/8).
Baca Juga: Windu Aji Sutanto Ditetapkan Jadi Tersangka Tambang Nikel Ilegal di Sulawesi Tenggara
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan Windu Aji Sutanto (WAS) selaku Pemilik PT Lawu Agung Mining sebagai tersangka terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.
Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel.
Modus operandi Tersangka WAS yaitu dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.
Kejahatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam. Berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam, sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.
Akan tetapi, pada kenyataannya PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya asli tapi palsu.
Baca Juga: Kasus Tambang Nikel Ilegal di Sulawesi Tenggara, 2 Pejabat ESDM Jadi Tersangka
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News