Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi dan investasi di kawasan Asia Tenggara atau Southeast Asian (SEA-6) dalam 10 tahun mendatang atau 2034 diperkirakan bakal ungguli perekonomian China.
Prediksi tersebut tertuang dalam laporan ‘Navigating High Winds: Southeast Asia Outlook 2024 - 2034’ yang dirilis oleh Angsana Council, Bain & Company, dan Bank DBS.
Pertumbuhan ekonomi dari enam negara dengan tingkat perekonomian tertinggi di Asia Tenggara, kawasan SEA-6, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam diproyeksikan akan tumbuh rata-rata 5,1% per tahun, dengan Vietnam dan Filipina sebagai pendorong pertumbuhan terbesar di kawasan ini, yang masing-masing diperkirakan akan melebihi 6% pada 2034 mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan hanya mencapai 5,7% pada 2034, didukung oleh sektor logam dasar, pertambangan, dan infrastruktur yang sedang booming, belanja infrastruktur yang tinggi, unggul dalam kewirausahaan yang didukung dengan teknologi, serta meningkatnya jumlah penduduk dan angkatan kerja.
Baca Juga: Ekonom DBS: Dampak Resesi AS Minim Ke Perekonomian Indonesia
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh melebihi 5,7% pada 2034, sejalan dengan ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang bisa terus didorong, serta populasi dan tenaga kerja yang terus bertambah. Serta ekosistem kewirausahaan dan inovasi di Indonesia juga berkembang pesat.
Indonesia dinilai perlu meningkatkan nilai tambah manufaktur atau Manufacturing Value-Added (MVA), memperluas jangkauan di luar komoditas, dan menjaga agar perekonomiannya tetap terbuka dan kompetitif.
Adapun Angsana Council, Bain & Company, dan Bank DBS juga melihat penanaman modal asing (PMA) di SEA-6 akan mengalahkan China.
Potensi tersebut terbukti saat pertama kalinya dalam satu dekade, SEA-6 mampu mendatangkan PMA lebih besar daripada China. Pada tahun 2023, PMA di Asia Tenggara mencapai US$ 206 miliar, sementara China mencatat US$ 43 miliar.
Antara tahun 2018 dan 2022, SEA-6 berhasil menumbuhkan PMA-nya sebesar 37%, lebih tinggi dari China yang hanya 10%.
“Berkat hasil dari pertumbuhan domestik yang kuat dan strategi Tiongkok+1, kami semakin optimis bahwa PDB dan PMA Asia Tenggara akan melampaui pertumbuhan Tiongkok pada dekade berikutnya,” tutur Advisory Partner di Bain & Company sekaligus Chair di Angsana Council, Charles Ormiston, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/8).
Meski begitu Ormiston melihat persaingan investasi multinasional akan semakin ketat, seiring dengan persaingan antar negara yang akan meningkatkan hasil yang lebih baik bagi bisnis dan konsumen.
Baca Juga: Ini Strategi Pemerintah Genjot Kinerja Investasi, Menuju Negara Berpenghasilan Tinggi
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan SEA-6, perlu memperluas investasi di sektor pertumbuhan baru seperti manufaktur kendaraan listrik. Meski investasi di sektor manufaktur kendaraan listrik saat ini pimpin Thailand, namun pada 2022 lalu, Indonesia berhasil menarik lebih banyak investasi.
Di sisi lain, Indonesia menguasai lebih dari 90% PMA manufaktur baterai kendaraan listrik dengan komitmen investasi antara tahun 2019-2023, yang sebagian besar merupakan hasil dari upaya negara ini untuk mengintegrasikan pasokan nikel dengan operasi hilir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News