kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonom UGM: Premium naik jadi Rp 7.000 per liter masih dalam batas wajar


Rabu, 10 Oktober 2018 / 23:09 WIB
Ekonom UGM: Premium naik jadi Rp 7.000 per liter masih dalam batas wajar
ILUSTRASI. Pengamat Ekonomi Tony Prasetiantono


Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar kenaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium menjadi Rp 7.000 per liter santer diberitakan hari ini, Rabu (10/10). Terlebih, pengumuman itu disampaikan langsung oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Namun, buru-buru pengumuman itu dianulir. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan penundaan karena Pertamina dianggap belum siap menaikkan harga premium.

Meski kenaikan harga premium masih simpang siur, ekonom UGM Tony Prasetiantono punya pendapatnya perihal hal ini. Menurutnya, jika kebijakan ini benar berlaku, masyarakat diharapkan tidak merespons berlebihan.

"Jika tidak dinaikkan, subsidi BBM akan naik dari hampir Rp 100 triliun menjadi Rp 150 triliun. Sebenarnya ini belum apa-apa dibandingkan dengan kenaikan harga subsidi BBM dan listrik yang pernah mencapai rekor Rp 350 triliun pada tahun 2014, akibat dari harga minyak dunia yang mencapai lebih dari US$ 100 per barel," ujar Tony Prasetiantono, ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Rabu (10/10).

Tony juga menilai kenaikan harga BBM jenis premium menjadi Rp 7.000 per liter masih dalam batas kewajaran. Ia juga menambahkan, memang nanti kemungkinan ada risiko sosial politik, namun masih dalam batas toleransi, dan diharapkan masyarakat tidak perlu merespon secara berlebihan.

"Dari sisi timing memang sebenarnya bukan saat yang baik untuk menaikkan harga BBM jenis premium, tetapi kenaikan harga minyak dunia sudah sedemikian tinggi, jauh di atas asumsi APBN 2018. Sehingga pemerintah tidak punya pilihan lain," ujarnya.

Sekadar menambahkan, dengan adanya kenaikan harga BBM jenis premium Tony menegaskan, hal ini tidak akan berdampak besar kepada perekonomian dan inflasi Indonesia.

Malah sebaliknya, kondisi inflasi yang kini 2,88% tampaknya menjadi salah satu alasan pemerintah berani melakukan kenaikan harga BBM.

"Jadi kalau inflasi ke depannya naik pun, mungkin hanya 4% untuk keseluruhan tahun 2018," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×