Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil rapat dewan gubernur April 2017 pada Kamis (20/4). Setelah mempertahankan suku bunga acuan (BI 7-day reverse repo rate) sejak Oktober tahun lalu, delapan ekonom memproyeksi, bank sentral bakal kembali menahan di level 4,75%.
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengatakan, bank sentral akan menahan suku bunga acuannya bulan ini lantaran masih mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, situasi eksternal yang masih dipenuhi ketidakpastian, terutama kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan waktu kenaikan lanjutan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed).
Hal itu memicu tekanan pada nilai tukar rupiah, walaupun kurs rupiah masih stabil dan cadangan devisa akhir bulan lalu meningkat. Berdasarkan referensi kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah di bulan lalu cenderung stabil di kisaran Rp 13.360-Rp 13.330 per dollar AS dan cenderung menguat di level Rp 13.200 hingga pertengahan minggu ketiga bulan ini. Sementara posisi cadev akhir Maret lalu mencapai US$ 121,8 miliar.
Kedua, adanya risiko tekanan inflasi dari harga barang dan jasa yang besarannya ditetapkan oleh pemerintah (administered prices). Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Maret mencapai 3,61% year on year (YoY).
"Kami merevisi proyeksi BI 7-day reverse repo rate tetap pada 4,75% sepanjang tahun ini dari sebelumnya kami perkirakan adanya pemangkasan sebesar 25 bps (basis points) pada kuartal kedua 2017," kata Eric kepada KONTAN, Selasa (18/4) lalu.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengatakan demikian. Menurutnya, ketidakpastian global yang bersumber dari AS dan Eropa dan tekanan inflasi yang meningkat membuat ruang pelonggaran moneter tahun ini cukup terbatas.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan memperkirakan, inflasi tahun ini menjadi 4,5%, lebih tinggi dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang sebesar 4%.
Namun menurutnya, meski inflasi tahun ini berpotensi meningkat dari yang diasumsikan dalam APBN, ia memperkirakan inflasi masih akan bergerak di target sasaran 4% plus minus 1%. Di sisi lain lanjutnya, kenaikan inflasi tersebut didorong oleh kenaikan administered prices sehingga hanya bersifat sementara dan fundamental inflasi cenderung masih terkendali.
"Sehingga pada akhirnya dapat mendorong sumber pertumbuhan melalui konsumsi rumah tangga dan investasi," kata Josua. Karena hal itu, ia juga memperkirakan belum ada potensi pengetatan suku bunga acuan BI di tahun ini.
Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi menyatakan, potensi kenaikan inflasi tahun ini menjadi sorotan BI. Pihaknya bahkan memperkirakan inflasi nasional bisa melebihi 5% akhir tahun nanti sehingga tidak ada ruang pelonggaran kebijakan moneter.
Gundi juga memproyeksi, BI akan terus memupuk cadangan devisa dan menahan tekanan apresiasi kurs rupiah. Sebab bank sentral tidak mendukung penguatan kurs rupiah yang berlebihan.
"Meredam volatilitas rupiah merupakan prioritas kebijakan utama tahun ini di tengah ketidakpastian global. Membangun cadangan adalah polis asuransi BI terhadap arus keluar modal yang tiba-tiba dan tak terduga," tambahnya.
Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia Juniman memproyeksi suku bunga acuan BI sepanjang tahun ini akan tertahan di level 4,75%. Ia memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25-50 bps tahun depan.
- Eric Sugandi, SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) 4,75%
- Josua Pardede, Bank Permata 4,75%
- Gundy Cahyadi, DBS 4,75%
- Juniman, Maybank Indonesia 4,75%
- Andry Asmoro, Bank Mandiri 4,75%
- Aldian Taloputra, Standard Chartered Bank Indonesia 4,75%
- David Sumual, BCA 4,75%
- Rangga Cipta, Samuel Sekuritas 4,75%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News