kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sarankan agar utang pemerintah tidak dibiayai dari utang baru


Rabu, 23 Januari 2019 / 20:39 WIB
Ekonom sarankan agar utang pemerintah tidak dibiayai dari utang baru


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi utang pemerintah pusat di akhir tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi Rp 4.418,3 triliun. Tahun ini, pemerintah juga mesti bersiap menghadapi beban utang jatuh tempo yang diproyeksi nilainya semakin bertambah.

VP Economist Bank Permata Josua Pardede menilai, sejatinya, kemampuan pengelolaan utang pemerintah tampak semakin baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Ini terlihat dari keseimbangan primer tahun lalu yang sangat rendah dan makin mendekati nol ," ujar Josua, Rabu (23/1).

Harapannya, keseimbangan primer bisa kembali surplus pada tahun 2021 mendatang. Artinya, bunga utang pemerintah yang ada tidak lagi dibiayai utang yang baru.
Namun di sisi lain, Josua menyebut, beban utang jatuh tempo yang mesti ditanggung pemerintah bakal lebih besar.

"Karena banyak instrumen dan obligasi yang diterbitkan 3 tahun sampai 5 tahun lalu, dan jatuh temponya di tahun ini. Pemerintah mesti melakukan profiling lagi untuk memastikan cashflow bisa membiayai utang jatuh tempo tersebut,"" kata dia.

Besarnya utang jatuh tempo tahun ini, paling tidak, dapat dilihat dari nilai Utang Luar Negeri (ULN) baik milik pemerintah, Bank Indonesia, maupun swasta yang dijadwalkan jatuh tempo kurang dari setahun atau tahun ini. Josua menyebut, total ULN yang jatuh tempo dalam waktu dekat sekitar US$ 54 miliar.

Adapun, ULN jatuh tempo tersebut didominasi oleh utang milik swasta yang diproyeksikan mencapai US$ 45 miliar. "Sementara ULN pemerintah dan BI masing-masing hanya sekitar US$ 8,5 miliar dan US$ 250 juta," tukas Josua.

Selain itu, masih ada pula utang dari instrumen lain seperti Surat Berharga Negara (SBN) yang menurut Josua banyak diterbitkan pemerintah pada tahun 2015-2016 lalu. Pada periode tersebut, melesetnya penerimaan pajak dari target anggaran (shortfall) membuat pemerintah menerbitkan banyak obligasi untuk menutupi defisit anggaran.

"Pada masa itu, pemerintah lumayan banyak mengeluarkan obligasi baik denominasi rupiah maupun dollar dan kemungkinan jatuh tempo-nya juga banyak di 2019," tuturnya.​

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×