Sumber: Bank Indonesia | Editor: Hasbi Maulana
BANK INDONESIA.
Siaran Pers
BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 6,00%: Memperkuat Ketahanan Eksternal, Mempertahankan Stabilitas
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Januari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar Rupiah maupun pasar valas sehingga dapat mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan dan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019.
Pertumbuhan ekonomi dunia melandai, namun ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang terbatas. Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish dan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR). Pertumbuhan ekonomi Eropa diprakirakan juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula memengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB). Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus melambat dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat ketegangan hubungan dagang dengan AS dan dampak proses deleveraging yang masih berlanjut. Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia itu, harga komoditas global diprakirakan menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda dan mendorong aliran modal ke negara berkembang sejalan dengan lebih rendahnya prakiraan kecepatan kenaikan FFR dan berkurangnya eskalasi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat ditopang permintaan domestik. Berbagai indikator pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2018 menunjukkan permintaan domestik tetap kuat ditopang oleh konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi Pemerintah. Konsumsi swasta diprakirakan tetap baik seiring terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen serta dampak positif persiapan pemilu. Konsumsi pemerintah tumbuh kuat ditopang belanja barang dan bantuan sosial. Namun demikian, ekspor diperkirakan masih terbatas dipengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun. Sementara itu, impor mulai menurun sejalan dengan kebijakan yang ditempuh, meskipun masih tumbuh tinggi untuk memenuhi permintaan domestik. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 tetap baik yakni pada kisaran 5,0-5,4%, ditopang oleh terjaganya permintaan domestik dan membaiknya ekspor neto.
Neraca perdagangan Indonesia Desember 2018 mencatat defisit sedangkan aliran masuk modal asing masih berlanjut. Defisit neraca perdagangan tercatat sebesar 1,1 miliar dolar AS dipengaruhi penurunan kinerja ekspor, khususnya ekspor nonmigas akibat kondisi global yang kurang kondusif. Sementara itu, aliran masuk modal asing kembali terjadi pada Desember 2018 sebesar 1,9 miliar dolar AS, dan berlanjut pada Januari 2019. Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2018 cukup tinggi sebesar 120,7 miliar dolar AS, atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah guna memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk pengendalian defisit transaksi berjalan pada 2019 menuju kisaran 2,5% dari PDB.
Nilai tukar Rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga. Rupiah pada Desember 2018 secara rerata menguat sebesar 1,16%, meskipun secara point to point sedikit melemah sebesar 0,54%. Tren penguatan Rupiah berlanjut pada Januari 2019. Penguatan Rupiah antara lain dipengaruhi aliran masuk modal asing akibat perekonomian domestik yang kondusif dan imbal hasil domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda. Dengan perkembangan yang cenderung menguat menjelang akhir tahun 2018, Rupiah secara rerata keseluruhan tahun 2018 tercatat mengalami depresiasi sebesar 6,05%, atau secara point to point sebesar 5,65% dibandingkan dengan level tahun sebelumnya. Depresiasi Rupiah secara point to point tersebut lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara lain seperti Rupee India, Rand Afrika Selatan, Real Brasil, dan Lira Turki. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong berjalannya mekanisme pasar, dan mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.
Inflasi tetap rendah dan terkendali sehingga pada 2018 berada dalam kisaran sasaran 3,5%±1% (yoy). Inflasi IHK pada Desember 2018 sebesar 0,62% (mtm), tetap terjaga sesuai dengan pola musiman akhir tahun. Dengan perkembangan ini, inflasi 2018 tercatat 3,13% (yoy) atau berada dalam kisaran sasarannya selama empat tahun terakhir. Inflasi yang terkendali dipengaruhi inflasi inti yang terjaga pada level rendah sejalan dengan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi inflasi. Inflasi volatile food juga terkendali ditopang oleh pasokan pangan yang terjaga dan pengaruh harga pangan global yang menurun. Inflasi administered prices tercatat rendah sejalan dengan minimalnya kebijakan terkait tarif dan harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, yang pada 2019 diprakirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 3,5±1%.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai fungsi intermediasi yang tetap baik dan risiko kredit yang terkendali. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tetap tinggi mencapai 23,3% dan rasio likuiditas (AL/DPK) masih aman yakni sebesar 20,1% pada November 2018. Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,7% (gross) atau 1,2% (net). Dari fungsi intermediasi perbankan, pertumbuhan kredit pada November 2018 tercatat sebesar 12,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 13,3% (yoy). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada November 2018 sebesar 7,2% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Sementara itu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) selama Januari s.d. November 2018 tercatat sebesar Rp197,1 triliun (gross), turun dibandingkan dengan capaian periode yang sama pada 2017 sebesar Rp276,9 triliun (gross). Pada 2019, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10-12% (yoy) sedangkan pertumbuhan DPK diprakirakan sekitar 8-10% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan otoritas terkait guna turut menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk memantau kecukupan dan distribusi likuiditas di perbankan.
Perekonomian domestik yang tetap baik ditopang kelancaran sistem pembayaran yang tetap terpelihara, baik dari sisi tunai maupun nontunai. Dari sisi pembayaran tunai, posisi uang yang diedarkan (UYD) meningkat 7,8% (yoy) di Desember 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan November 2018 sebesar 7,3% (yoy). Di sisi pembayaran nontunai nilai besar, nilai transaksi yang diselesaikan melalui BI-RTGS pada Desember 2018 mengalami peningkatan sebesar 1,53% (yoy), setelah pada sebelumnya mencatat penurunan 1,7% (yoy). Di sisi pembayaran nontunai nilai ritel, pertumbuhan SKNBI menurun menjadi 8,08% dari 9,7% pada November 2018. Sementara itu, transaksi masyarakat menggunakan ATM/ Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik masing-masing meningkat sebesar 14,3%, 7,9%, dan 215,4%. Peningkatan seluruh komponen sistem pembayaran tidak terlepas dari pengaruh musiman Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. Ke depan, guna menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia terus memastikan kelancaran dan ketersediaan sistem pembayaran nasional, baik sistem yang dioperasikan oleh Bank Indonesia maupun diselenggarakan oleh industri.
Jakarta, 17 Januari 2019
DEPARTEMEN KOMUNIKASI
Agusman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News