kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Samuel Aset Manajemen proyeksi surplus neraca dagang berpotensi berlanjut


Minggu, 14 April 2019 / 12:53 WIB
Ekonom Samuel Aset Manajemen proyeksi surplus neraca dagang berpotensi berlanjut


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memprediksi neraca dagang Indonesia pada Maret 2019 berpeluang melanjutkan surplus seperti pada Februari 2019 lalu. Namun potensi surplus neraca dagang tersebut terjadi bila PT Pertamina konsisten menyerap minyak dari dalam negeri. 

Pada Februari 2019 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan surplus sebesar US$ 330 juta.  Lana memperkirakan kalaupun terjadinya surplus neraca dagang pada Maret, nilainya tidak besar, paling banter sebesar US$ 300 juta.

"Kalau benar Pertamina konsisten membeli minyak dari dalam negeri, bisa jadi net-nya surplus. Tetapi perkiraan saya surplusnya tak besar hanya sekitar US$ 300 jutaan," ujar Lana kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4).

Harga minyak yang relatif stabil juga membantu menurunkan impor minyak. Bahkan, menurut Lana, tidak adanya faktor musiman yang membuat orang menggunakan transportasi turut menekan impor minyak.

Sebaliknya, Lana bilang, jika Pertamina tak konsisten menyerap minyak dari dalam negeri, neraca perdagangan justru bisa tercatat defisit. Pasalnya, banyak pengusaha dalam negeri yang mengimpor barang konsumsi sebagai persiapan puasa dan lebaran.

Kebijakan pemerintah menekan impor seperti perluasan B20 pun dipandang belum maksimal lantaran harga minyak mentah masih di bawah US$ 70 per barel. Menurut Lana, bila harga minyak mentah sekitar US$ 70 hingga US$ 80 per barel, maka harga B20 lebih kompetitif sehingga lebih banyak produsen yang memproduksi B20.

Di sisi ekspor, Lana pun mengatakan, kinerja ekspor Indonesia masih tertekan melihat volume permintaan impor dari negara mitra masih lemah. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penerapan bea masuk yang tinggi oleh India sehingga permintaan Crude Palm Oil (CPO) rendah, pertumbuhan ekonomi China yang melambat, adanya keputusan Uni Eropa melarang CPO Indonesia.

"Jadi ekspor kita tertekan terutama ekspor berbasis komoditas. Padahal ekspor utama kita CPO dan batubara. Karena itu sangat urgent kita melakukan diversifikasi produk dan diversifikasi pasar," tutur Lana.

Sebagai catatan, peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri, Pertamina diwajibkan mengutamakan pasokan minyak bumi yang berasal dari dalam negeri dan diwajibkan mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×