Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 perlu diubah.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, ini seiring dengan beberapa asumsi yang sudah jauh dari kondisi saat ini dan potensi ketidakpastian ke depan.
“Asumsi makro APBN 2023 sudah tidak relevan, karena ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September 2022, pelemahan nilai tukar rupiah, serta arah kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) serta The Fed,” terang David kepada Kontan.co.id, Selasa (25/10).
David pun memerinci beberapa asumsi makro yang perlu diubah.
Baca Juga: Kelebihan Daya Tidak Membuat Harga Listrik Lebih Murah, Ini Sebabnya
Pertama, inflasi. Seperti diketahui, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat untuk menetapkan inflasi di kisaran 3,3% secara tahunan atau year on year (yoy) hingga 3,6% yoy.
Dengan kondisi kenaikan harga BBM yang memberi dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round impact) pada inflasi, David pun melihat rata-rata inflasi di tahun 2023 akan berada di kisaran 4% yoy hingga 5% yoy.
Kedua, nilai tukar rupiah. Pemerintah dan wakil rakyat sepakat nilai tukar rupiah di tahun depan akan bergerak sekitar Rp 14.750 hingga Rp 14.800 per dolar Amerika Serikat (AS). Dengan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini, David melihat sulit bagi rupiah kembali ke kisaran Rp 14.000-an.
Dengan demikian, baiknya asumsi rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2023 diganti menjadi sekitar Rp 15.500 per dolar AS.
Ketiga, asumsi suku bunga SUN tenor 10 tahun pada waktu itu ditetapkan sekitar 7,9%. David melihat, suku bunga SUN tenor 10 tahun pada tahun depan akan bergerak di kisaran 7,5% hingga 8,5%.
Baca Juga: Menakar Prospek Saham Emiten Farmasi di Tengah Banyak Sentimen Negatif