kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Indef sebut utang Indonesia membengkak bukan untuk pembangunan infrastruktur


Minggu, 22 Agustus 2021 / 16:23 WIB
Ekonom Indef sebut utang Indonesia membengkak bukan untuk pembangunan infrastruktur
ILUSTRASI. Pajak Obligasi. Ekonom Indef sebut utang Indonesia membengkak bukan untuk pembangunan infrastruktur


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, selama pemerintahan Jokowi, lonjakan belanja atau utang paling tinggi justru bukan untuk pembangunan infrastruktur.

Melihat hasil data Ministry of Finance yang menyebutkan bahwa, belanja modal selama kurun waktu 2014-2019 hanya meningkat sebesar 21%. Peningkatan terbesar ternyata diperuntukkan untuk membayar bayar bunga utang sebesar 106%. Menyusul belanja barang yang naik 89% lalu belanja pegawai 54%, dan belanja sosial hanya naik sebesar 15%.

“Infrastruktur murni sejatinya tidak habis dipakai dalam satu tahun, maka alokasinya akan tercermin dari belanja modal,” seperti dikutip dalam keterangan Faisal, Minggu (22/8).

Jika melihat pos belanja hibah dan belanja lainnya, Faisal mengatakan setelah pandemi Covid-19, sebagaimana terlihat dari perkembangan pada 2019 sampai 2022, peningkatan belanja terbesar masih dipegang oleh pos pembayaran bunga utang.

Baca Juga: Neraca Pembayaran Indonesia kuartal kedua berbalik defisit US$ 400 juta, CAD melebar

Pos bantuan sosial juga menduduki posisi kedua dengan kenaikan 30%. Dia bilang, tentunya harus dipahami kenaikan tersebut mengingat pemerintah harus lebih banyak mengalokasikan dana untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi.

Kondisi primary balance yang selalu negatif selama pemerintahan Jokowi juga menunjukkan pembayaran bunga utang sudah sangat membebani dan semakin berat. Menurutnya, praktik “gali lubang, tutup lubang” tak terhindari sepanjang pemerimaan pajak lebih lambat ketimbang pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, dana untuk pembangunan infrastruktur yang nyata dan telah dirasakan oleh masyarakat luas, sebagian besar dana untuk pembangunan infrastruktur justru tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Faisal bilang, pemerintah telah banyak menugaskan BUMN untuk mencari dana sendiri di pasar dengan berutang ke bank maupun menerbitkan obligasi. Oleh karena itu, utang BUMN nonkeuangan turut melonjak, dan pada akhir Maret 2021 telah melampaui satu kuadriliun rupiah.

“Ada pula pelibatan swasta dalam pembangunan infrastrutur seperti skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KBPU). Semoga penjelasan ringkas ini bisa menambah jelas duduk perkara tentang utang pemerintah,” pungkasnya. 

Selanjutnya: Bank Sentral Thailand (BOT) Memperlonggar Ketentuan Pinjaman Untuk Debitur Ritel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×