kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,31   1,67   0.18%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Indef: Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi tidak tepat


Minggu, 08 November 2020 / 20:01 WIB
Ekonom Indef: Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi tidak tepat
ILUSTRASI. Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mendorong investasi masuk ke Indonesia lewat pembentukan Sovereign Wealth Fund (SFW) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI).

Dalan draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Lembaga Pengelola Investasi yang diterima Kontan.co.id menyebutkan, pembentukan LPI bertujuan untuk mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

Sehingga nantinya, LPI diharapkan berfungsi untuk mengelola dana investasi dan bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi investasi.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk memperbaiki permasalahan investasi di Indonesia yakni dengan menurunkan ICOR (Incremental capital-output ratio) yang tinggi. “Sebaiknya fokus pada penurunan ICOR dibandingkan membentuk lembaga baru,” kata Bhima.

Baca Juga: Omnibus Law Ciptaker disahkan, pemerintah segera bentuk sovereign wealth fund

Sebab, menurutnya, pembentukan lembaga pengelola investasi ini dinilai berisiko menimbulkan celah penyimpangan. Selain kurang tepat dengan menghadirkan LPI untuk menarik investasi langsung (FDI), yang akan terjadi adalah pola penerbitan surat utang dengan jaminan aset pemerintah dan BUMN.

“Ini yang berisiko tinggi apabila gagal bayar maka aset akan disita. Investasi yang masuk kalaupun ada dengan cara investor membeli surat utang dari lembaga ini,” katanya.

Permasalahan lainnya adalah terkait tata kelola dan celah korupsi. Menurut Bhima, dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 158 mempunyai implikasi bahwa kerugian /keuntungan lembaga bukan kerugian negara padahal asetnya merupakan aset negara.

“Saya kira disini ada celah merugikan keuangan negara dalam jangka panjang apabila nilai aset negara menurun karena salah kelola,” ujarnya.

Tak hanya itu, UU Cipta Kerja di pasal 161 juga menegaskan kembali bahwa bukan Badan Pemerika Keuangan (BPK) yang melakukan audit tapi akuntan publik.

“Bagaimana bisa didefinisikan kerugian negara kalau UU Cipta Kerja saja sudah mengunci ruang pengawasan yang baik?,” tegasnya.

Selanjutnya juga keganjalan tertera pada pasal 170 yang mengatakan bahwa lembaga baru alias LPI ini meminta dana sebesar Rp 15 triliun tunai.

“Di tengah situasi negara mengalami pelebaran defisit anggaran dana tunai yang diminta sebesar Rp 15 triliun. Jadi saya kira lembaga ini tidak tepat ya,” imbuhnya.

Selanjutnya: Inilah rancangan beleid Lembaga Pengelola Investasi (LPI) turunan UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×