Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berhasil tumbuh positif di fase pemulihan akibat pandemi, tak lantas membuat Indonesia aman dari gonjang-ganjing perekonomian global.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan, jangan sampai ada akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia berhenti, atau dengan kata lain deselerasi.
Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto khawatir akan ada perhentian akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia, atau dengan kata lain deselerasi.
Terlebih, saat ini Indonesia sudah menunjukkan tanda deselerasi. Menurut Eko, ini bisa terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2022 yang sebesar 5,01% YoY atau tumbuh lebih rendah dari 5,73% YoY pada kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Ekonom Ini Ingatkan Pertumbuhan Ekonomi RI Menuju ke Mode Perlambatan
"Jadi, ini sudah ada sinyal bahwa ekonomi akan mengalami deselerasi. Namun, mudah-mudahan tidak terjadi. Untuk itu, kami memperingatkan," tutur Eko dalam webinar, Selasa (7/2).
Eko pun memberi masukan terkait hal yang bisa dilakukan otoritas untuk menangkal kemungkinan deselerasi. Pertama, dengan meredam gejolak ekonomi global. Kunci dari aksi ini adalah mendorong pertumbuhan sektor industri agar melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ia mencontohkan negara Vietnam. Motor penggerak perekonomian Vietnam adalah pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi dan kinerja ekspor, yang kemudian melecut pertumbuhan industri Sedangkan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga, yang memegang porsi lebih dari 50% produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Ini sebabnya, Vietnam bisa tumbuh baik dan bahkan menyalip negara-negara sebaya," tambah Eko.
Kedua, dengan meningkatkan daya beli masyarakat dengan program pengentasan kemiskinan secara proaktif. Dalam hal ini, Eko berpesan pemerintah jangan hanya sekadar menebar bantuan sosial. Yang harus dimulai oleh pemerintah adalah dengan melakukan program pemberdayaan. Bila sumber daya manusia (SDM) berdaya, maka masyarakat akan lebih produktif.
Baca Juga: Kemenkeu: Arah Kebijakan Pembiayaan Utang 2023 Akan Prudent dan Akuntabel
Dengan demikian, bantuan sosial nantinya tidak akan perlu diberikan terus menerus. Selain itu, menjaga daya beli bisa dilakukan dengan pengendalian inflasi secara cepat. Memang, inflasi Indonesia tak setinggi perkiraan sebelumnya, tetapi masih tetap di atas 5% YoY.
"Kendalikan inflasi. Terutama inflasi bahan pangan yang sensitif di masyarakat, seperti beras dan minyak goreng. Pemerintah harus segera ambil respon," kata Eko.
Ketiga, pemerintah harus mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas. Dalam hal ini, capaian pertumbuhan ekonomi harus bisa menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News