kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ekonom Core menilai bauran kebijakan BI tak berdampak bila suku bunga naik lagi


Selasa, 29 Januari 2019 / 17:06 WIB
Ekonom Core menilai bauran kebijakan BI tak berdampak bila suku bunga naik lagi


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah memprediksi pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) tidak lagi agresif menaikkan suku bunga. Sebab bila bank sentral agresif menaikkan suku bunga, maka bauran kebijakan BI tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Kalau pun ada kenaikan, ia menilai hanya mengikuti kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Apalagi, sudah beberapa kali BI juga memberikan sinyal tidak lagi berminat menaikkan suku bunga terlalu tinggi seperti tahun lalu.

"Kebijakan BI memang lebih bersifat merespon kebijakan The Fed. BI akan menaikkan suku bunga kalau The Fed menaikkan suku bunga," jelas ujar Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/1). 

Piter mengatakan, sejauh ini BI tampaknya melihat peluang kenaikan suku bunga The Fed tahun ini sebanyak dua kali. Kenaikan tersebut, ebih bersifat dovish alias lunak dibanding perkiraan BI sebelumnya yaitu tiga kali.

Namun Piter mengatakan, ia malah memproyeksikan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga. Hal itu ia katakan dengan pertimbangan karena kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan global yang mengalami pelemahan.

Pada November lalu, BI menaikkan suku bunga ke level 6%. Total kenaikan suku bunga selama satu tahun pada 2018 sebanyak enam kali. Ini membawa pasar uang dalam rezim suku bunga tinggi. Dampaknya, likuiditas perbankan ikut mengetat.

Mengatasi hal tersebut, BI membuat bauran kebijakan dengan memperlonggar giro wajib minimum (GWM) rerata dan rasio penyangga likuiditas makroprudential (PLM). GWM rerata dari semula 2% menjadi 3% disetorkan dalam waktu dua minggu.

Kemudian meningkatkan rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) menjadi 4%. Dari yang semula 2% dari total 4% PLM yang dapat direpokan ke BI. Artinya, bank dapat menggunakan PLM yang merupakan surat-surat berharga secara keseluruhan sebagai underlying untuk melakukan repo ke BI.

Berkaca dari tahun lalu, Piter melihat apabila BI kembali menaikkan suku bunga, maka akan ada bauran kebijakan yang diperlonggar. "BI pasti mengikuti kenaikan suku bunga itu dengan bauran kebijakan yang lebih longgar. Misal kembali menurunkan GWM," ujar Piter.

Piter menjelaskan kebijakan kenaikan suku bunga lebih ditujukan untuk menahan pelemahan rupiah. Di sisi lain menimbulkan dampak tambahan menahan pertumbuhan ekonomi.

Saat BI menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar ada dampak negatif berupa kontraksi likuiditas perbankan, terbatasnya likuiditas untuk kredit. 

Untuk mengatasi, BI mengeluarkan kebijakan melonggarkan GWM untuk mengatasi kontraksi likuiditas. Dengan pelonggaran GWM maka likuiditas kredit masih terjaga sehingga konsumsi dan investasi tetap tumbuh baik.

"Ujung-ujungnya target pertumbuhan masih bisa dicapai," jelasnya. Sehingga apabila BI mengikuti The Fed menaikkan suku bunga, Piter melihat dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan terlalu signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×