kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom BCA sebut pertumbuhan ekonomi di semester kedua berpotensi melemah


Senin, 22 Juli 2019 / 19:35 WIB
Ekonom BCA sebut pertumbuhan ekonomi di semester kedua berpotensi melemah


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada semester II 2019 ini berpotensi melemah. Karena itu, kerja keras pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mendesak di lakukan, karena sekarang ini pemerintah tampaknya masih fokus pada proses politik. 

Pernyataan David ini berbeda dengan target pemerintah dan DPR  yang sepakat target pertumbuhan ekonomi di semester II mencapai 5,2%. Target yang ditetapkan tersebut lebih tinggi dari target pertumbuhan ekonomi yang disepakati pada semester I yang sebesar 5,1%. 

Baca Juga: Semester 1-2019, pendapatan Net1 Indonesia tumbuh 44%

Keputusan penetapan target pertumbuhan ekonomi tersebut diambil dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (22/7).

Namun, walau target pertumbuhan di semester II lebih besar dari semester I, angka tersebut malah lebih rendah dari asumsi dalam APBN, yaitu 5,3%.

Baca Juga: Menkeu harap kelanjutan penurunan suku bunga dorong pertumbuhan ekonomi

David berujar, wajar bila ekspektasi pemerintah hanya berhenti di angka 5,2%. "Pemerintah mungkin melihat dari melemahnya aktivitas perdagangan dunia. Lalu juga dari sisi investasi kita yang masih berjalan lambat," ujarnya.

Untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi sendiri, David menilai kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II ini akan tetap menemui kendala, bahkan berpotensi melemah. Ia hanya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 ada di angka 5%.

Baca Juga: Gubernur BI mengindikasikan penurunan suku bunga lebih lanjut

Namun, ia bilang, tetap ada harapan untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pemerintah hanya perlu memberi stimulus yang bisa dari sisi fiskal dan sisi moneter.

Dari sisi fiskal, David menyoroti kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Apalagi, dengan adanya pemerintahan baru dalam waktu dekat ini. Kebijakan yang disorot adalah kebijakan anggaran defisit dan kebijakan mengenai pajak.

"Kita lihat saja dengan kebijakan anggaran defisit, deficit spending kita akan lebih tinggi. Dari proyeksi awal 1,8% dan ditargetkan jadi 1,9%. Itu jadi stimulus yang bagus untuk pertumbuhan," terangnya.

Baca Juga: Pemerintah dan DPR setujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya 5,2%

Hanya saja, sepertinya saat ini pemerintah belum bisa fokus dengan kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dinilai masih fokus dengan proses politik menjelang pembentukan kabinet.

Hal ini disayangkan David karena menurutnya banyak kebijakan krusial yang diperlukan untuk ekonomi yang juga perlu diperhatikan.

Baca Juga: Indef: Korporasi mesti tetap hati-hati kelola risiko utang luar negeri

Dari sisi moneter, David menyoroti kebijakan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia. Menurutnya ini adalah satu kebijakan yang bertujuan untuk melonggarkan likuiditas untuk ke depannya.

Kondisi fundamental ekonomi juga memungkinkan BI melakukan pemotongan suku bunga karena angka inflasi yang rendah dan rupiah yang kini stabil menguat. Untuk itu, setidaknya BI menurunkan suku bunga acuan sedikitnya 50 bps.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×