Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Permata memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menahan suku bunga acuan di level 4,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di bulan April 2020.
Meski begitu, Ekonom Bank Pertama Josua Pardede memandang masih ada ruang penurunan suku bunga acuan bagi bank sentral mengingat respon kebijakan bank sentral di negara-negara maju yang akomodatif dan bahkan mendekati level 0% di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga: OPEC akan pangkas produksi, rupiah bisa menguat pada Senin (13/4)
"Namun demikian, BI perlu fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka menjaga confidence pelaku pasar di tengah masih tingginya ketidakpastian global akibat Covid-19," jelas Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (12/4).
Menurutnya, Covid-19 ini masih akan menjadi sentimen negatif yang memperlambat perekonomian dunia dan mendorong volatilitas nilai tukar rupiah yang masih tinggi. Bahkan, ini terlihat dari one-month volatility rupiah yang meningkat menjadi 26% dalam 3 minggu terakhir.
Di tengah volatilitas rupiah yang meningkat tersebut, nilai tukar rupiah juga tercatat mengalami depresiasi sekitar 14,5% ytd dan menjadi nilai tukar yang mengalami depresiasi terbesar di kawasan Asia secara tahun kalender.
"Oleh karenanya, bila BI menahan suku bunga acuan diperkirakan akan dapat membatasi capital flight dari pasar keuangan domestik dalam jangka pendek ini," tambah Josua.
Lebih lanjut, langkah BI untuk menahan suku bunga acuan di bulan ini juga didasari oleh inflasi yang masih stabil dan bahkan hingga akhir tahun 2020 diperkirakan masih akan tetap stabil.
Josua memprediksi inflasi di akhir tahun akan berada di kisaran 2,9% - 3,3% atau masih dalam target sasaran inflasi BI tahun ini yang di kisaran 3% ± 1%.
Terkendalinya inflasi di tahun ini, tak lepas dari Covid-19 yang membatasi tenan demand pull inflation meski membawa dampak negatif, yaitu penurunan laju konsumsi rumah tangga dan tentu akan merembet ke kondisi perekonomian domestik.
Baca Juga: Rupiah diprediksi menguat sepekan ke depan
Selanjutnya, di tengah pandemi ini, Josua menekankan pentingnya prioritas respon kebijakan terutama dalam rangka mengatasi krisis kesehatan dan menjaga keselamatan jiwa.
Selain itu, hal yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga konsumsi masyarakat terutama miskin dan rentan miskin.
"Segera salurkan social safety net yang bisa menjaga daya beli masyarakat, khususnya pekerja di sektor informal yang terkena dampak sangat signifikan dari penurunan aktivitas ekonomi,"
Selain itu, respon kebijakan fiskal akomodatif yang telah digelontorkan pemerintah lewat 3 paket stimulus kebijakan diperkirakan juga mampu menopang momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News