Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) pemerintah belum sepenuhnya optimal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, utang luar negeri ternyata memberi dampak crowding out, selain dampak crowding in.
HSBC-PSF (Putra Sampoerna Foundation) Manager sekaligus Ekonom dan Ketua Program Studi Manajemen Sampoerna University Wahyoe Soedarmono menjelaskan, dampak crowding in yang dimaksud yaitu bahwa peningkatan ULN pemerintah akan meningkatkan ruang fiskal. Utamanya, peningkatan belanja untuk pembangunan infrastruktur dan sektor produktif.
Hal tersebut lanjut dia, akan mendorong tumbuhnya sektor investasi swasta. Pada akhirnya pula, akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sementara dampak crowding out yang dimaksud, yaitu kenaikan ULN pemerintah akan menaikkan ekspektasi masyarakat bahwa pemerintah akan menaikkan target penerimaan pajak untuk membayar pokok dan bunga utang. Hal ini direspon pasar dengan kenaikan suku bunga riil. Akibatnya, investasi swasta akan tertekan dan pertumbuhan ekonomi terhambat.
"Dari data sejak tahun 1987 hingga 2016, dapat dianalisis bahwa kenaikan ULN pemerintah itu menaikkan pertumbuhan ekonomi sedikit. Namun di saat yang sama dia juga menaikkan interest rate. Itulah yang menyebabkan ekonomi Indonesia tidak sampai ke level yang normal optimalnya," kata Wahyoe, Kamis (7/12).
Wahyoe Soedarmono mengatakan, dengan penurunan tingkat pengangguran yang terjadi sejak tahun 1977 hingga 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia normalnya mencapai 5,9% berdasarkan hasil analisis hukum Okun dengan data World Bank. Sementara ekonomi Indonesia di tahun 2016 hanya mencapai angka 5,1%.
Oleh karena itu, ia menilai perlu ada kebijakan spesifik untuk mendorong crowding in agar lebih dominan dibanding crowding out. Kebijakan spesifik itu lanjut dia bisa diarahkan untuk jenis kredit, jenis sektor, atau jenis bank tertentu yang menyalurkan kredit.
"Misalnya, kita lihat sektor tertentu yang di situ kebijakan makroprudensial-nya BI dan OJK bisa masuk. Misalnya di sektor perikanan dan pertanian dengan mengurangi down payment untuk kredit modal kerja dan sebagainya," tambah dia.
Pihaknya juga melihat adanya peluang Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi normal tersebut. Utamanya, meningkatkan kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Tahun 2016, saat ekonomi tumbuh 5,1%, kontribusi investasi terhadap PDB mencapai 32,6%. Wahyoe bilang, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,9%, kontribusi investasi terhadap PDB harus ditingkatkan menjadi 37,8%.
Dengan demikian menurut Wahyoe, rasio tabungan terhadap PDB untuk membiayai investasi perlu ditingkatkan hingga kisaran 37,8%, juga untuk menghindari instabilitas makroekonomi akibat defisit transaksi berjalan. Sementara itu, rasio tabungan terhadap PDB tahun 2016 baru mencapai 35,1%.
"Mendorong inklusi finansial sangat diperlukan untuk meningkatkan proporsi tabungan nasional terhadap PDB mencapai setidaknya 37,8%," tukas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News