Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Faktur pajak elektrik (e-faktur) akan berlaku mulai 1 Juli 2015 di Jawa dan Bali. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) meyakini, kebijakan ini akan menertibkan faktur pajak palsu, sehingga penerimaan pajak berpeluang meningkat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Mekar Satria Utama mengatakan, e-faktur akan memudahkan pemantauan faktur-faktur yang diterbitkan wajib pajak. Dengan meminimalisasi penggunaan faktur pajak fiktif, pemerintah dapat menekan pengeluaran pajak pertambahan nilai (PPN), yaitu melalui pengembalian (restitusi) pajak.
"Dalam beberapa bulan, kami harapkan PPN bisa positif dan bisa masuk ke pertumbuhan 10% dibandingkan realisasi tahun lalu," kata Mekar, Minggu (24/5).
Realisasi penerimaan pajak hingga 20 Mei 2015 hanya Rp 359,09 triliun, turun 2,77% dibanding periode sama tahun lalu. Salah satu penyebab jebloknya penerimaan adalah turunnya setoran PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 7,66% dari tahun lalu menjadi Rp 124,289 triliun. Restitusi pajak yang besar jadi penyebabnya.
Sebagai gambaran, hingga kuartal pertama tahun ini, restitusi pajak mencapai Rp 23,85 triliun, naik dibandingĀ tahun lalu yang sebesar Rp 16,03 triliun. Restitusi dari PPN dan PPnBM mencapai Rp 18,27 triliun, naik 36,19%.
Kendati demikian, saat ini Ditjen Pajak masih melakukan sosialisasi dan baru mulai tahap awal penerapan e-faktur di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Pulau Jawa.
Sejauh ini, Ditjen Pajak kesulitan mengumpulkan wajib pajak untuk melaporkan informasi mengenai perusahaannya ke KPP terdekat. "Para petinggi perusahaan susah sekali dikumpulkan dengan mendatangi KPP terdekat untuk membuktikan kesahihan perusahaannya dan untuk bisa menggunakan e-faktur," tambah Mekar.
Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengatakan, Ditjen Pajak seharusnya bekerja sama dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) dan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) untuk mencari informasi dan data wajib pajak badan. Dengan begitu, Ditjen Pajak tidak memiliki alasan lagi untuk kesulitan memanggil wajib pajak.
Dalam penerapan e-faktur, Ditjen Pajak harus bekerja sama dengan perbankan terkait agar pemungutan PPN lebih mudah. Kata Ronny, diĀ zaman elektronik ini sudah sewajarnya Ditjen Pajak memberlakukan e-faktur untuk pengusaha kena pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News