Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemekeu) telah menganggarkan cadangan insentif perpajakan sebanyak Rp 26 triliun. Insentif ini bersumber dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dirancang untuk membantu dunia usaha di tengah dampak ekonomi yang ditimbulkan coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Anggaran stimulus perpajakan membengkak dari Rp 63,1 triliun menjadi Rp 123,01 triliun. Selain, alokasi dana cadangan insentif, pemerintah juga menurunkan pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% di tahun ini dengan estimasi stimulus yang digelontorkan senilai Rp 20 triliun.
Baca Juga: Penerimaan pajak Rp 20 triliun bakal melayang karena penurunan tarif PPh badan
Ada pula insentif yang diberikan selama enam bulan dari April-September 2020 yakni berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp 25,66 triliun, stimulus PPh Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) DTP senilai Rp 2,4 triliun.
Selanjutnya pembebasan PPh Pasal 22 Impor senilai Rp 14,75 triliun, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebanyak 30% dengan alokasi insentif Rp 14,4 triliun, dan percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 5,8 triliun.
Baca Juga: Ekonom Core: Anggaran belanja untuk pemulihan ekonomi mestinya dinamis
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menyampaikan adanya cadangan insentif perpajakan itu bertujuan untuk mitigasi dan antisipasi apabila diperlukan perluasan sektor penerimaan insentif. “Demikian juga apabila jangka waktu insentifnya perlu diperpanjang dari enam bulan saat ini,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Selasa (19/5).
Artinya, cadangan stimulus pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang merupakan perubahan dari PMK 23/2020. Yakni berupa PPh Pasal 21 DTP, potongan PPh Badan, percepatan restitusi PPN, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan PPh Final UMKM.
Baca Juga: Perry Warjiyo: BI sudah lakukan quantitative easing sebesar Rp 583,8 triliun
Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan instrumen yang telah dirilis oleh pemerintah pada dasarnya telah selaras dengan apa yang dilakukan di banyak negara yakni relaksasi kewajiban administrasi dan dalam rangka menjaga arus kas perusahaan. Apalagi pemerintah telah memberikan penurunan tarif PPh Badan yang mana stimulus yang justru jarang dilakukan di banyak negara.
Dengan demikian, Darussalam bilang hingga titik saat ini, stimulus melalui instrumen pajak sudah cukup. Mungkin justru skema stimulus melalui instrumen belanja dan non-fiskal bisa mulai dipergunakan.
“Saya juga turut mendorong bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan risiko fiskal jika seandainya stimulus tersebut diberikan terlalu banyak melalui sektor pajak,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (19/5).
Baca Juga: Hore! paket Bansos Tahap 2 mengalir di Jakarta, cek nama Anda dan simak tanggalnya
Darussalam menambahkan stimulus yang diberikan melalui instrumen pajak seyogyanya harus dipertukarkan dengan sesuatu dari wajib pajak, semisal informasi. “Ketersediaan informasi sangatlah penting sebagai alat untuk meningkatkan kepatuhan pajak pada jangka menengah,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News