kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dua Kawasan Industri Hasil Tembakau Menyumbang Penerimaan Negara Rp 30,2 Miliar


Minggu, 26 Maret 2023 / 13:05 WIB
Dua Kawasan Industri Hasil Tembakau Menyumbang Penerimaan Negara Rp 30,2 Miliar
ILUSTRASI. Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus gencar mendukung pengembangan produk pertanian tembakau di beberapa wilayah. Salah satunya melalui pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, hingga saat ini sudah ada dua daerah yang telah mendirikan kawasan industri hasil tembakau dengan status aktif.

Nirwala menyebut, kedua daerah yang dimaksud adalah KIHT di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dan KIHT di kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Namun menurutnya, masih ada 21 daerah lagi yang berencana akan mendirikan KIHT tanpa merinci nama 21 daerah tersebut.

"Berdasarkan data Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2022 terdapat 21 daerah yang berencana untuk mendirikan KIHT," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Jumat (24/3).

Baca Juga: Bea Cukai: Ada 33 Perusahaan yang Manfaatkan Relaksasi Penundaan Pita Cukai

Dia menambahkan, kontribusi KIHT tersebut berdampak pada penerimaan negara dan menunjukkan kinerja yang positif. Tercatat, pada tahun 2021 hingga 2022, kedua KIHT tersebut telah memberikan penerimaan negara sebesar Rp 30,2 miliar.

Adapun rinciannya, kontribusi KIT terhadap penerimaan negara untuk KIHT Kudus pada tahun 2021 sebesar Rp 11,6 miliar dan pada tahun 2022 sebesar Rp 10,5 miliar. Kemudian, kontribusi KIHT terhadap penerimaan negara untuk KIHT Soppeng pada tahun 2021 sebesar Rp 3,6 miliar dan pada tahun 2022 sebesar Rp 4,5 miliar.

"Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) saat ini mengukur keberhasilan KIHT dengan menghitung kontribusi KIHT terhadap penerimaan negara karena saat ini KIHT belum dapat diukur secara langsung terkait berkontribusi untuk mengurangi BKC ilegal (saltuk)," kata Nirwala.

Baca Juga: Turun tipis, Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Capai Rp 42,27 Triliun di Februari 2023

Asal tahu saja, KIHT tidak secara langsung berpengaruh terhadap pengendalian peredaran rokok ilegal. Ini lantaran pembangunan KIHT bertujuan untuk membantu para pengusaha skala industri kecil dan menengah untuk menjadi pengusaha pabrik rokok yang ilegal dengan diberikan beberapa insentif di bidang cukai.

Hal tersebut diharapkan dapat menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk membuat rokok dan dapat menjadikan harga rokok lebih murah sehingga dapat bersaing dengan rokok ilegal.

Selain itu juga, pembangunan KIHT bertujuan untuk mempermudah pengawasan DJBC. Sebab, para pengusaha pabrik rokok tersebut menjadi terpusat dalam satu lokasi sehingga diharapkan dapat lebih terkendali dan mencegah peredaran rokok ilegal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×