Reporter: Adi Wikanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap akan membentuk Otoritas Jasa Keuangan kendati badan serupa di Inggris dibubarkan. Sebab, DPR beralasan OJK Inggris, Financial Services Authorithy (FSA), gagal bukan karena faktor kinerja melainkan politik.
Selama ini, Bank Indonesia menolak pembentukan OJK karena bukan solusi yang pas dalam pengawasan perbankan. Penolakan ini berdasarkan kegagalan FSA dalam mengawasi perbankan. Alhasil pada 16 Juni 2008 silam, FSA dibubarkan.
Namun, berdasarkan studi banding ke Inggris, Panitia Khusus (Pansus) OJK menemukan kenyataan lain. FSA bukan gagal karena tidak bisa menjalankan sistem pengawasan. "Tapi karena kebijakan politik," kata Anggota Pansus OJK Achsanul Qosasih, Jumat (5/11).
Achsanul menceritakan, pembentukan FSA tersebut karena janji politik partai buruh di Inggris. Namun, setelah partai konservatif berkuasa, kebijakan di FSA mulai dikurangi sehingga tak lagi berwenang mengawasi perbankan. "FSA cenderung diabaikan," terang Achsanul.
Namun, sampai saat ini, FSA masih ada. Hanya saja, mereka kini hanya berwenang dalam pengaturan pasar. Ke depan, pemerintah Inggris akan memanfaatkan FSA menjadi Consumer Protection Market Authorithy (CPMA). Tujuannya, sebagai perlindungan nasabah. "Itu akan dibentuk pada 2013," tambah Achsanul yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR itu.
Selain itu, pemerintah Inggris juga akan membentuk Financial Ombudsman. Ini akan menjadi salah satu pilar CPMA. "Jadi, kita tidak perlu khawatir dengan kegagalan FSA," jelas Achsanul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News