Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut menuai pro-kontra anggota DPR.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP, Yohanis Fransiskus Lema mempertanyakan urgensi penerbitan PP tersebut. Sebab, pada 20 tahun sebelumnya pemerintah memutuskan untuk menerbitkan kebijakan pelarangan ekspor pasir laut.
Selain itu, Yohanis menyoroti pertimbangan PP yang hanya mempertimbangkan UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan.
"Pertanyaannya kenapa UU terkait dengan perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam juga UU perikanan, atau terkait dengan perlindungan terhadap pulau pulau kecil ini tidak dijadikan konsideran," ujar Yohanis dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Senin (12/6).
Baca Juga: Pelaku Bisnis Shipping Akan Diuntungkan Pembukaan Keran Ekspor Pasir Laut
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKS, Slamet menyoroti minimnya partisipasi publik penerbitan PP 26/2023. Dia meminta peningkatan pengawasan penerapan PP agar tidak merusak ekologi kelautan.
"Kami juga tidak menolak niat baik pemerintah, tetapi jangan sampai tidak transparansi ini ada penumpang gelap dalam PP ini," kata Slamet.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Nasdem Yessy Melania mengatakan, yang menjadi polemik di masyarakat terkait penerbitan PP 26/2023 pada pemanfaatan hasil sedimentasi yaitu ekspor pasir laut yang dinilai menjadi persoalan.
Menurutnya, PP tersebut masih terlalu bias dan liar jika aturan turunannya tidak betul-betul bisa menjadi aturan penguatan yang baik.
Baca Juga: KKP Siapkan Aturan Turunan Pengelolaan Pemanfaatan Pasir Laut
"Kami berharap ini bisa menjadi kajian kita bersama ketika membuat kajian-kajian ke depan, publik dan pemangku kepentingan terkait itu dilibatkan," ucap Yessy.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Demokrat Nuraeni menilai, sebelum adanya PP 26/2023 produksi perikanan terbilang rendah. Setelah terbitnya PP tersebut, Nuraeni berharap produksi perikanan tidak menurun.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PPP, Ema Umiyyatul Chusnah mengatakan, PP 26/2023 seharusnya menjadi terobosan karena mencakup perlindungan ekosistem sekaligus mempertimbangkan manfaat ekonomi dari hasil sedimentasi.
Hal ini mengingat saat ini banyak pekerjaan reklamasi, sehingga dengan regulasi ini material yang dibutuhkan lebih jelas sumbernya.
Dia mengingatkan, jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi kedok untuk mengeruk dan mengekspor pasir laut dan merusak lingkungan di pesisir.
Menurutnya, kajian diperlukan agar pemanfaatan pasir laut hasil sedimentasi laut tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
"Itu akan menjawab kekhawatiran publik akan terjadinya kerusakan ekosistem dari aktifitas pemanfaatan sedimentasi di laut," terang Ema.
Baca Juga: Tambang Pasir Laut dan Reklamasi Singapura
Ketua Komisi IV DPR Sudin mengatakan, pembahasan PP 26/2023 antara KKP dengan Komisi IV DPR akan dibahas dalam forum focus grup discussion (FGD). Hal itu untuk menyamakan persepsi dan kesepahaman mengenai PP 26/2023.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, hasil sedimentasi di laut yang menutupi terumbu karang dan padang lamun akan merusak lingkungan. Ia menyebut telah banyak pengajuan reklamasi. Karena itu, diperlukan adanya aturan agar bahan reklamasi tidak mengambil lahan di pulau.
"Inilah yang kita ambil. Kalau dibaca secara teliti, tolong dibaca satu per satu setiap pasal, untuk menentukan apakah dia sedimentasi, harus ada tim kajian, dibentuk dulu," ujar Trenggono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News