Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat membantah pengalihan keputusan pembahasan draf revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dari komisi ke Badan Legislasi, karena terkait pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, wewenang pembuat UU ada di tangan DPR.
Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengatakan, penghentian pembahasan revisi UU komisi antirasuah itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pidato Presiden SBY. "Wewenang pembuat UU ada di DPR. Lagi pula, kami sudah mempunyai keputusan ini dari kemarin sebelum pidato Presiden," ujar Gede Pasek di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/10).
Ditambahkan Gede Pasek, penyerahan kelanjutan pembahasan draf disebabkan penolakan Komisi III DPR dalam pembahasan draf revisi. Soalnya, draf yang diajukan kedaluwarsa. Komisi III sudah mengirimkan draf itu sejak 4 Juli lalu.
Sesuai peraturan, seharusnya pembahasan dilakukan 20 hari setelah draf disampaikan ke Baleg. Hal yang sama diungkapkan Wakil Ketua Baleg, Dimyati Natakusuma. Menurutnya, Presiden atas revisi RUU KPK tidak terlalu berpengaruh. Karena, kata Dimyati, pemegang kekuasaan pembuat UU adalah DPR.
Jadi, dalam tahap ini, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi, kecuali dalam tahapan persetujuan. "Maka tidak bisa pemerintah pada tahapan ini melakukan intervensi. Nanti pada tahap persetujuan, tanpa persetujuan Presiden, tidak jadi UU," ungkap Dimyati.
Sebelumnya Presiden SBY menyinggung mengenai revisi UU KPK dalam pidato resminya menyangkut polemik Polri-KPK. Menurut Presiden, revisi UU KPK belum perlu dilakukan. "Menurut pendapat saya lebih baik kita meningkatkan upaya pemberantasan korupsi dan lebih baik memperkuat lembaga pemberantas korupsi daripada perhatian, energi, dan waktu kita terkuras untuk melakukan revisi UU KPK," kata Presiden di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News