Reporter: Abdul Basith | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah mendorong PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mengambil alih 51% saham PT Freeport Indonesia (Freeprot) memantik perdebatan. Utamanya: terkait harga. Banyak yang menilai harga yang harus dibayar untuk menguasai 51% saham Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar terlalu mahal.
Mereka yang mulai menyoal adalah anggota parlemen di Senayan. Komisi VI DPR bahkan berencana memanggil Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Direksi Inalum untuk meminta penjelasan atas perhitungan harga pembelian saham Freeprot tersebut.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ihsan Yunus menilai, pembahasan ini mendesak dilakukan untuk mengetahui perhitungan harga Freeport dari persepektif pemerintah dan Inalum. "Kami ingin mengetahui komposisi riil perhitungan harga tersebut. Jadi kami memprakarsai pemanggilan Kementerian BUMN," tandas Ihsan di gedung DPR, Senin (16/7).
Dari Partai Demokrat, Azam Azman Natawijata, anggota Fraksi Partai Demokrat mengatakan, Demokrat juga ingin mendengarkan penjelasan pemerintah terkait harga divestasi perusahaan tambang emas di Papua tersebut.
Ia bilang, parlemen nantinya akan melakukan pembahasan dengan Kementerian BUMN khususnya terkait perjanjian kontrak karya yang ada sebelumnya, antara pemerintah Indonesia dengan Freeport.
"Kabar yang sampai di kami, harga dipengaruhi oleh perjanjian yang sudah ada, itu akan kami lihat dan perdalam," tandas Azam. Meski begitu, DPR belum memastikan jadwal resmi pemanggilan Kementerian BUMN dan direksi Inalum.
Yang pasti, proses akuisisi saham Freeport Indonesia penuh liku. Sulit mendapatkan saham dari Freeport Mc Morab, Pemerintah Indonesia memilih mengambil hak partisipasi 40% Rio Tinto.
Setelah bertahun-tahun negosiasi, pemerintah dan Freeport McMoran sepakat harga akuisisi untuk 51% saham senilai US$ 3,85 miliar. Perinciannya, harga participating interest (PI) 40% milik Rio Tinto sebesar US$ 3,5 miliar dan saham PT Indocopper Investama US$ 350 juta.
Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) yang juga mantan Dirut Indocooper Investasma Tito Sulistio menyoal, saat 9,36% saham Indocopper dijual kembali ke FCX, nilainya US$ 400 juta. Jadi, harga 40% saham harusnya maksimal seharga US$ 1,7 miliar. Alhasil, menurut Tito, harga US$ 3,85 miliar adalah harga mahal.
Berdasarkan itu juga, DPR akan menghitung dan menelusuri potensi kerugian negara yang timbul jika proses divestasi ini ditempuh. Apalagi, penguasaan saham Freeport ini akan menambah beban Inalum lantaran biaya investasi tambang bawah tanah Freeport membutuhkan US$ 20 miliar yang mayoritas ditanggung Inalum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News