Reporter: Dina Farisah | Editor: Edy Can
JAKARTA. Undang-Undang tentang Minyak dan GAS (UU Migas) bakal berubah. DPR berencana merevisi beleid Nomor 21 Tahun 2001 itu. Saat ini, para wakil rakyat di Senayan sedang menyusun naskah akademis dengan mengkaji masukan dari para akademisi dan pemangku kepentingan.
Salah satu poin penting dalam revisi UU Migas adalah pembentukan badan yang mengelola cadangan minyak strategis atau strategic petroleum reserve (SPR). Keberadaan lembaga ini untuk mengamankan pasokan minyak nasional.Sejumlah negara sudah menerapkan model badan itu, seperti Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura.
Anggota Komisi Energi (VII) DPR Satya Wira Yudha menilai, penentuan badan yang mengelola SPR itu akan menjadi isu krusial dalam pembahasan perubahan UU Migas. "Badan tersebut belum ditetapkan, tapi tidak akan dibentuk badan baru," tegas Satya akhir pekan lalu.
Dipegang BP Migas
Nantinya, Satya bilang, tata kelola cadangan minyak strategis itu akan dipegang oleh PT Pertamina atau Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). "Rapat internal di DPR belum sampai pemungutan suara fraksi soal lembaga SPR," ungkap dia.
Yang jelas, Anggota Fraksi Partai Goklar ini mengatakan, yang akan memegang peran penting dalam pembentukan badan SPR adalah Presiden serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Edy Hermantoro, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, mengaku belum mengetahui perkembangan terakhir dari proses revisi UU Migas di dewan. Soalnya, perubahan itu merupakan inisiatif DPR yang kini masih dibahas secara internal.
Sejauh ini, Kementerian ESDM juga belum dimintai masukan soal badan pengelola SPR. Sehingga, “Kami belum ada gambaran mengenai SPR akan seperti apa. Kita tunggu saja draf yang akan diserahkan DPR kepada pemerintah,” tuturnya.
Gde Pradnyana, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas, juga belum tahu soal usulan pembentukan SPR oleh DPR. Yang dia tahu, berdasarkan pengalaman negara lain, SPR merupakan tugas negara. Jadi, “Dikerjakan oleh instansi negara (pemerintah) dan bukan dibebankan kepada sebuah perusahaan,” bebernya.
Menurut Satya, wacana SPR ini memang masih dalam kajian mendalam dan belum dimasukan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Migas. "Perkembangan revisi UU Migas yang merupakan inisiatif DPR ini sudah memasuki pembentukan naskah akademis," ujarnya.
Satya menambahkan, nasakah akademis ini diawali dengan perubahan filosofi UU Migas yang sudah tidak sejalan dengan kepentingan energi nasional. Sebab itu, DPR akan mempertimbangkan masukan dari pelbagai pihak, termasuk stakeholder yang memiliki pengaruh besar di industri migas. "Kami perlu melakukan review semuanya dari awal,” jelas Satya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News