Reporter: Dani Prasetya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi VI DPR masih mengkaji pengajuan dana restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia (DI). Badan usaha milik negara (BUMN) strategis itu meminta dana sebesar Rp 2 triliun untuk bangkit dari kepailitan.
"Mereka minta modal kerja, fresh money Rp 2 triliun, tapi masih harus kita bahas lebih lanjut," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartanto, Kamis (26/5).
Sebagai informasi, Komisi VI membentuk panitia kerja (panja) restrukturisasi PT DI untuk membantu menyelesaikan masalah keuangan dan manajemen perusahaan yang pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2007.
Meski produsen pesawat terbang, helikopter, senjata serta penyedia jasa pemeliharaan mesin dan pelatihan itu batal diputuskan pailit pada 24 Oktober 2007, perusahaan yang didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio itu tetap terbelit banyak hutang. "Hutang mereka Rp 2,3 triliun," ujar dia.
Dia mengutarakan, dana yang diajukan PT DI sebesar Rp 2 triliun itu akan digunakan untuk membayar dana talangan (bridging finance) terhadap PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebesar Rp 630 miliar, pembelian komponen untuk pesanan pesawat sebesar Rp 300 miliar, investasi dan perbaikan mesin CN-235 sebesar Rp 700 miliar, serta penyelesaian kasus hukum terkait pemasok dan karyawan sebesar Rp 300 miliar.
"Tapi kita belum setujui karena kita masih pikirkan mode atau mekanisme lain untuk investasi," katanya.
Selain pengajuan dana sebesar Rp 2 triliun itu, perusahaan yang berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985 itu meminta agar hutang berupa subsidiary loan agreement (SLA) dikonversi menjadi penyertaan modal negara (PMN). Untuk hutang dalam bentuk rekening dana investasi (RDI) dijanjikan akan dilunasi perseroan.
Hanya, jelas Airlangga, komisi itu mempersyaratkan agar perusahaan itu membenahi manajemennya di tingkat direksi dan komisaris. "Bagaimana bisa mengatur uang kalau direktur keuangan dan komisaris utama tidak ada," ucapnya.
Sebagai verifikasi, Komisi VII akan mengunjungi PT DI pekan depan dengan agenda untuk melihat kondisi mesin yang disebut tidak efisien, kemampuan produksi, aset pesawat, dan rencana alokasi investasi.
"Mereka kan minta dana banyak. Kita harus pastikan investasinya di mana," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News