kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR: Ekonomi Indonesia melambat di semester dua


Rabu, 31 Juli 2013 / 14:12 WIB
DPR: Ekonomi Indonesia melambat di semester dua


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Andi Rahmat, mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II tahun 2013 akan mengalami perlambatan.

Selain akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, kondisi ini juga disebabkan ketergantungan Indonesia pada ekspor natural resources atau sumber daya alam (SDA) masih sangat tinggi.

Menurut Andi, ia sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan. Memang, kata dia, sebagian negara seperti Amerika Serikat (AS) sudah mengalami pemulihan ekonomi. Sektor manufaktur dan properti tumbuh cepat di AS.

"Namun, kawasan Eropa masih dilanda krisis. Jadi, recovery ekonomi global memang belum sepenuhnya terjadi," jelas Andi saat dihubungi KONTAN, Rabu (31/7).

Kondisi itu, menurut Andi, semakin diperparah oleh ketergantungan Indonesia terhadap ekspor SDA. Pasalnya, postur ekspor Indonesia yang terbesar hingga hari ini tetap ekspor bahan SDA.

Akibatnya, disaat permintaan impor dunia terhadap SDA Indonesia menurun, penerimaan perusahaan pengekspor SDA ikut menurun. "Otomatis ini berpengaruh besar bagi penerimaan pajak negara," pungkas politisi dari PKS tersebut.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2013 tidak akan optimal. Hal ini disebabkan tekanan perlambatan ekonomi global.

Namun, Hatta memastikan, pemerintah akan melakukan sejumlah langkah agar target pertumbuhan ekonomi 6,3% dalam APBNP 2013 tercapai.

Pertama, menjaga inflasi tetap berada di kisaran 7,2%. Kedua, mempercepat penyerapan anggaran belanja negara sesuai tata kelola yang baik. Ketiga, pemerintah akan menggenjot investasi.

"Caranya dengan relaksasi sejumlah insentif, pemangkasan aturan yang dinilai menghambat, dan merevisi daftar negatif investasi (DNI). Ini sedang dilakukan BKF," pungkas Hatta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×