Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus mengambil tindakan cepat terhadap keputusan Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal tersebut disampaikan pakar hukum tata negara, Irman Putrasiddin usai acara diskusi di Gedung DPR, Rabu (23/10).
Menurut Irman, DPR tidak boleh lama mengambil keputusan terhadap Perppu, karena sesungguhnya Perppu bersifat genting dan memaksa.
“Kalau DPR tidak mau 'ketinggalan kereta', segeralah bersidang untuk menyikapi Perppu ini. Jangan sampai nanti setelah MK membatalkan, kemudian DPR baru merencanakan sidang," imbuhnya.
Dalam Perppu, lanjut Irman, juga terdapat potensi untuk mengancam otoritas DPR karena lembaga negara menjadi mudah untuk dikurangi kewenangannya oleh presiden.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis (17/10) menandatangani Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang perubahan kedua atas undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang MK.
Dalam Perppu tersebut ada tiga substansi pokok, yaitu penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.
Namun pasca keputusan tersebut, banyak pihak yang menentang keputusan ini, baik dari beberapa fraksi DPR, maupun dari kalangan profesional- akademisi. Mereka menilai secara substansi sampai alasan dibalik keputusan ini bermasalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News