CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

DPR: Banyak aturan eksplorasi migas yang tumpang tindih


Selasa, 09 November 2010 / 13:27 WIB
DPR: Banyak aturan eksplorasi migas yang tumpang tindih
ILUSTRASI. Presiden Jokowi meresmikan PLTB I di Sidenreng Rappang


Reporter: Epung Saepudin | Editor: Edy Can

JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR Milton Pakpahan mengatakan ada sejumlah masalah dalam revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi. Salah satunya adalah persoalan tumpang tindih lahan atas wilayah di operasi pertambangan di satu pihak dengan hak hak kehutanan, ulayat masyarakat.

Milton menilai masalah tumpang tindih bisa menimbulkan dampak negatif karena kontraktor Kontrak Bagi Hasil (KBH) terpaksa menghentikan kerjanya bila lahannya dijadikan hutan lindung. Padahal, dia mengatakan kontraktor tersebut sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar.

Menurut Milton, DPR menemukan ada ketidakjelasan mengenai peran daerah dan pusat setelah dikeluarkannya Undang Undang Otonomi Daerah. Dia mengatakan ketidakjelasan ini menyebabkan para kontraktor minyak dan gas sering menghadapi peraturan daerah yang berbeda atau bertentangan dengan kesepakatan KBH.

Bukan hanya itu. Milton juga menilai ada ketidakpastian dalam peraturan mengenai perpajakan dan bea masuk serta pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sengketa pajak lainnya.

Milton mengatakan hasil survei Price WaterHouse Coopers juga menguatkan temuan DPR. Dia mengatakan survei itu menunjukkan minat investor berkurang karena pertimbangan komersial. "Khususnya berkaitan dengan meningkatkan ketidakpastian dalam pelaksanaan kontrak meliputi transparansi kontrak, jangka waktu perubahan kontrak dan sistem perpajakan," ujar Milton, Selasa (11/9).

Seperti ketahui, pemerintah dan DPR telah sepakat merevisi UU Migas. Sebab, kewajiban memenuhi pasokan domestik sebesar 25 % sudah tidak lagi memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×