Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski banyak ditolak, pemerintah menyatakan tetap akan memungut cukai dari kemasan botol plastik. Rencananya rencana ini akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum bulan April ini berakhir.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya perlu bertemu DPR untuk berkonsultasi tentang kebijakan cukai baru ini. Sebab penetapan barang kena cukai baru memang harus melalui konsultasi dengan DPR.
Dia mengaku dalam pembahasan internal pemerintah, pengenaan cukai plastik kemasan ini sudah bulat. Apalagi pengenaan cukai kemasan plastik ini mempertimbangkan dua hal, pertama mengendalikan konsumsi plastik yang dianggap membahayakan lingkungan. Kedua, penambahan penerimaan negara.
"Kebijakan itu tidak melihat satu sisi saja," kata Suahasil ke KONTAN, Kamis (21/4).
Mengenai berapa besar potensi penerimaan dari kebijakan cukai plastik ini, Suahasil belum berani memberikan angka. Sebab hingga saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan final mengenai tarif yang akan dibebankan.
Dalam usulannya ke DPR nanti, pemerintah tidak hanya akan memberlakukan cukai untuk kemasan botol plastik, namun lebih luas yaitu kemasan yang terbuat dari plastik. Pemerintah mengklaim cukai kemasan plastik tidak akan membebani industri, sebab tarifnya tidak terlalu tinggi.
Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai BKF Kemkeu Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, tarif cukainya tidak akan lebih dari Rp 200 per botol. Nilai itu di bawah harga plastik di minimarket. Nilai cukai yang rendah ditetapkan agar tidak mematikan industri yang tergantung kemasan plastik.
Sebab kebijakan ini dipastikan bakal memicu kenaikan harga produk yang menggunakan kemasan botol plastik, walau tidak terlalu tinggi. Apalagi permintaan konsumen terhadap plastik inelastis. "Kalau konsumen beralih dari plastik lebih bagus," katanya, Kamis (14/4).
Menurut Nasruddin, kebijakan ini memang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik yang merusak lingkungan. Sedangkan dampak terhadap penerimaan negara tidak terlalu besar, di bawah Rp 10 triliun. Kenaikan harga produk diperkirakan akan berdampak pada kenaikan inflasi.
Namun menurut perhitungan BKF, kenaikannya tidak akan besar. Sebab saat ini laju inflasi dari sektor makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau hanya sebesar 0,36%. Sektor itu memberi andil terhadap total inflasi hanya sebesar 0,06%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News