Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terus melemah. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah hingga 19 Oktober 2022 mengalami depresiasi 8,03% sejak awal tahun atau year to date (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah ini karena kondisi global. Salah satunya, dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat sangat tinggi.
Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai level tertingginya, yaitu 114,76 pada 28 September 2022. Per 19 Oktober 2022, memang indeks ini menurun, tetapi masih tinggi atau di level 112,98 atau menguat sebesar 18,01% ytd.
Kondisi pelemahan nilai tukar rupiah ini membuat Perry mewanti-wanti korporasi dengan utang valuta asing (valas) untuk melakukan mitigasi risiko.
Baca Juga: Redam Gejolak Ekonomi, BI Maksimalkan Bauran Kebijakan Moneter
“Korporasi yang memiliki utang luar negeri (ULN), kewajiban untuk pemenuhan utang valas, harus melakukan mitigasi risiko valas. Baik berkaitan dengan hedging (lindung nilai) ataupun ketentuan lainnya,” terang Perry dalam pertemuan secara daring, Kamis (20/10).
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga turut mengingatkan, korporasi yang memiliki utang valas, harus memanfaatkan utang tersebut dengan hati-hati. Meski begitu, Destry tetap yakin, secara umum korporasi besar masih memiliki daya tahan dari eksposur penguatan dolar AS.
Terlebih, bila menilik perkembangan ULN yang dicatat oleh BI, ULN swasta atau korporasi terus menurun.
Baca Juga: Ini Jurus BI Hadapi Potensi Gejolak Ekonomi Global
Destry menyebut, pada Juni 2022, ULN swasta tercatat sekitar US$ 209 miliar hingga uS$ 208 miliar, kemudian menurun di Juli 2022 menjadi sekitar US$ 206 miliar, dan pada Agustus 2022 kembali turun menjadi sekitar US$ 204 miliar.