Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion.
PMK tersebut adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025. Kedua PMK tersebut ditetapkan pada tanggal 25 Juli 2025 dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 2025.
Penerbitan kedua PMK ini bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum.
Latar belakang penyusunan kedua PMK ini adalah diperlukan adanya dukungan terhadap kegiata usaha bulion dalam bentuk penyesuaian pengaturan perpajakan dengan perkembangan kegiatan usaha bulion yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emas, seperti simpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan emas oleh lembaga jasa keuangan.
Baca Juga: Beli Emas Batangan Lewat Bullion Bank Kena PPh 0,25% Mulai 1 Agustus 2025
“Sebelumnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion telah diatur dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, yang menimbulkan tumpang tindih. Contohnya, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas penjualan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Bulion, sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas pembelian yang sama,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Ia menambahkan, ketentuan yang baru ini diharapkan dapat menghilangkan potensi tumpang tindih.
PMK pertama adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (PMK 51/2025).
Pokok pengaturan baru dalam PMK 51/2025 meliputi penunjukan LJK Bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan, serta penetapan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan sebesar 0,25%.
Baca Juga: OJK Tekankan Permodalan yang Kuat Diperlukan dalam Menjalankan Kegiatan Bullion
PMK ini juga mengatur bahwa penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK Bulion sampai dengan Rp 10 juta, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
PMK kedua adalah PMK Nomor 52 Tahun 2025, yang mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading).
PMK ini juga menetapkan bahwa pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan kepada konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 22.
Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital dan kepada LJK Bulion.
Baca Juga: Pegadaian Kelola 22 Ton Emas, Layanan Bullion Bank Terus Diperluas
Ketentuan dalam kedua PMK tersebut menjelaskan bahwa pembelian emas batangan oleh masyarakat (konsumen akhir) dari Bank Bulion tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22.
Penjualan emas kepada LJK Bulion juga dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila nilai transaksinya tidak melebihi Rp 10 juta.
Namun, jika nilai transaksi lebih dari Rp 10 juta, LJK Bulion wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian.
"Ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas usaha bulion bukan merupakan jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak," jelas Rosmauli.
Ia juga menegaskan bahwa DJP akan terus melakukan penyesuaian regulasi perpajakan sesuai dinamika sekor keuangan, termasuk kegiatan usaha bulion dan emas batangan.
Baca Juga: Bank Buka Suara Soal Pembelian Emas Batangan di Bullion Bank Kena PPh 0,25%
Selanjutnya: Gapki Yakin Ekspor Sawit ke AS Tetap Kuat meski Indonesia Kena Tarif 19%
Menarik Dibaca: Yuk Jalan-jalan, Ini Jadwal KRL Jogja Solo pada Jumat 1 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News