Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog kembali membantah soal tuduhan tindakan mark up harga beras impor dari perusahaan beras asal Vietnam. Manajemen menyebut ini dilakukan melalui proses lelang terbuka.
"Kami tidak mungkin melakukan penggelembungan harga seperti yang dituduhkan," kata Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Perum Bulog dalam keterangannya, Minggu (21/7).
Ia menegaskan dalam pengadaan beras impor, proses lelang atau open bid dilakukan secara terbuka. Sehingga, menurutnya sangat tidak mungkin Bulog melakukan penggelembungan harga beras impor. Sejak awal lelang, Bulog sudah mengumukan akan membeli sejumlah besar.
Setelah itu, Bulog akan membuat daftar peminat lelang yang jumlahnya bisa mencapai 80-100 perusahaan eksportir beras dari beberapa negara.
Selanjutnya, Bulog akan memberikan syarat dan ketentuan mengikuti lelang terbuka kepada para peminat lelang. Adapun, penjelasan tersebut ditekankan pada praktek transparansi dalam perdagangan internasional.
Baca Juga: Pengamat Minta Dugaan Kasus Mark Up Impor Beras Diusut Tuntas
Di antara syarat tersebut antara lain eksportir harus punya pengalaman pernah mengekspor beras, harus bersedia diinspeksi jika diperlukan, harus bersedia menerbitkan uang jaminan tender (bid bond) serta uang jaminan kinerja (performance bond) di bank terkemuka di Indonesia.
"Beberapa perusahaan, terutama yang baru, biasanya akan mundur karena persyaratan yang ketat tersebut, sehingga yang kemudian benar-benar ikut lelang sekitar 40-50 perusahaan," ungkap Bayu.
Lebih lanjut, Bayu mengatakan dalam lelang terbuka itu, dilakukan dengan pergerakan penawaran harga dari masing-masing calon pemasok bisa dilihat jelas oleh calon mitra lainnya serta semua peserta lelang.
"Semua kami lakukan secara transparan, kepercayaan perdagangan internasional sangatlah mahal harganya, karenanya harus selalu kami jaga," imbuhnya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melaporkan adanya dugaan mark up impor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Rabu (3/7). Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto meminta KPK dapat memeriksa Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kepala Bulog sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Baca Juga: Ini Kata Perusahaan Vietnam Soal Isu Mark Up Impor Beras Bulog
Menurut hasil kajian dan investigasi yang dilakukannya, dua lembaga tersebut bertanggung jawab atas impor beras tidak proper dalam menentukan harga. Hal itu menyebabkan terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan. Ia menduga ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100 ribu ton beras seharga US$ 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan US4 573 per ton dengan skema CIF.
Dari sejumlah data yang dikumpulkan menyimpulkan harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai US$ 371,60 juta.
Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata US$ 655 per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau mark up senilai US$ 82 per ton.
"Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar US$ 180,4 juta. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun," tandas Hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News