kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.286.000   8.000   0,35%
  • USD/IDR 16.722   27,00   0,16%
  • IDX 8.242   -33,17   -0,40%
  • KOMPAS100 1.150   -4,66   -0,40%
  • LQ45 842   -2,15   -0,25%
  • ISSI 285   -0,47   -0,16%
  • IDX30 441   -2,54   -0,57%
  • IDXHIDIV20 511   -0,99   -0,19%
  • IDX80 129   -0,47   -0,36%
  • IDXV30 136   -1,17   -0,85%
  • IDXQ30 141   -0,13   -0,10%

Ditjen Pajak Sebut Pemajakan Ekonomi Digital Bukan Kebijakan Darurat


Selasa, 04 November 2025 / 15:32 WIB
Ditjen Pajak Sebut Pemajakan Ekonomi Digital Bukan Kebijakan Darurat
ILUSTRASI. DJP menegaskan bahwa pemajakan ekonomi digital kini bukan lagi dianggap sebagai kebijakan darurat.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa pemajakan ekonomi digital kini bukan lagi dianggap sebagai kebijakan darurat, melainkan bagian dari sistem perpajakan yang normal dan berkelanjutan.

Direktur Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama  mengingatkan bahwa dasar pemajakan atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dari luar negeri awalnya diatur melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020.

Regulasi tersebut diterbitkan di masa pandemi untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah merosotnya penerimaan pajak dan meningkatnya belanja negara.

"Google, Netflix sudah jualan banyak kepada masyarakat Indonesia. Kita belum punya cara untuk pajaki. Masuklah di dalam Perpu 1 tadi," ujar Hestu dalam acara Kupas Tuntas Perpajakan Ekonomi Digital, Selasa (4/11/2025).

Baca Juga: Airlangga Dorong Pengusaha Manfaatkan Insentif Pajak Super Deduction Tax 300%

Namun, seiring perkembangan ekonomi digital yang semakin pesat, paradigma kebijakan pajak pun berubah. 

Melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah menegaskan bahwa pemajakan atas ekonomi digital adalah hal yang wajar dan menjadi bagian dari sistem normal perpajakan.

Salah satu langkah penting dalam UU HPP adalah Pasal 32, yang memberikan kewenangan luas kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak lain dalam proses pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak. 

Pihak lain ini bisa mencakup siapa saja yang berperan langsung maupun tidak langsung dalam suatu transaksi, termasuk platform digital maupun penyelenggara PMSE.

"Jadi dengan Pasal 32 ini, kita nggak lagi bicara darurat, ini normal aja gitu loh. Ekonomi digital ini berkembang dan itu sesuatu yang normal," terang Hestu. 

Lebih lanjut, Hestu menyebut pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan turunan dari pasal tersebut.

Nantinya, Kementerian Keuangan bahkan dapat bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menegakkan kepatuhan pajak pelaku PMSE luar negeri.

"Ini PMK-nya sedang kita selesaikan," pungkasnya. 

Baca Juga: DJP Godok Aturan! Purbaya Bisa Blokir Akses Pelaku Digital Bila Tak Patuh Pajak

Selanjutnya: Promo Sociolla Road to 11.11 Periode 3-10 November 2025, Tirtir-Anua Diskon s/d 65%

Menarik Dibaca: Promo Sociolla Road to 11.11 Periode 3-10 November 2025, Tirtir-Anua Diskon s/d 65%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×