kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.179   1,00   0,01%
  • IDX 7.101   4,72   0,07%
  • KOMPAS100 1.061   -1,40   -0,13%
  • LQ45 834   -1,41   -0,17%
  • ISSI 214   -0,08   -0,04%
  • IDX30 426   -1,01   -0,24%
  • IDXHIDIV20 513   -0,61   -0,12%
  • IDX80 121   -0,28   -0,23%
  • IDXV30 125   -0,31   -0,24%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,22%

Ditjen Pajak kejar pajak dari 40 juta pekerja


Selasa, 07 Mei 2013 / 15:37 WIB
Ditjen Pajak kejar pajak dari 40 juta pekerja
ILUSTRASI. Inilah asteroid berbahaya yang menjadi target NASA meluncurkan misi DART


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak ternyata masih tergolong sangat kecil. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, ada 40 juta pekerja Indonesia yang belum terdaftar sebagai wajib pajak pribadi.

Padahal, 40 juta pekerja itu berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang seharusnya menjadi potensi penerimaan pajak. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di Jakarta.

Fuad bilang, jumlah pekerja di Indonesia yang penghasilannya melebihi PTKP mencapai 60 juta orang. Namun, dari data yang dimiliki Ditjen Pajak hingga tahun lalu, yang punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) hanya 24,812 juta.

Wajib pajak itu terdiri dari 22,131 juta wajib pajak pribadi, 2,136 wajib pajak badan dan 545.232 wajib pajak bendaharawan. "Jadi masih ada 40 juta yang belum bayar pajak," kata Fuad.

Lebih lanjut Fuad bilang, data Badan Pusat Statistik (BPS) pun terlihat bahwa jumlah usia kerja di Indonesia mencapai 110 juta pekerja, dimana 60 juta masuk golongan di atas PTKP dan sisanya berpenghasilan di bawah PTKP.

Seperti diketahui, kenaikan PTKP tahun ini hampir 53,4% dari Rp 15,84 juta menjadi Rp 24,3 juta untuk penghasilan per tahunnya. Dan hal ini memang sangat mempengaruhi pajak penghasilan (PPh) khususnya untuk PPh 21.

Nah untuk mengejar para pekerja yang belum memiliki NPWP, Ditjen Pajak melakukan kerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Dalam Negeri untuk memanfaatkan KTP elektronik (e-KTP), data kependudukan dan nomor induk kepegawaian (NIK) untuk menggali potensi perpajakan.

Data-data itu dapat digunakan untuk melengkapi master file wajib pajak, validasi pendaftaran dan perubahan data wajib pajak, ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. "Selama ini kami lemah di dalam kepatuhan wajib pajak karena kurangnya informasi seperti tempat tinggal, data kerja dan juga banyak yang belum sesuai," pungkas Fuad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×