Reporter: Hans Henricus , Irma Yani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menilai distribusi BBM bersubsidi banyak yang tidak tepat sasaran.
"ESDM sudah menyampaikan ada dua hal yang secara teknis dilakukan. Pertama, melakukan pengetatan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. Kedua, mengusulkan mengenai kendaraan plat hitam di atas tahun 2005. Berdasarkan kajian UI (Universitas Indonesia), kendaraan 2005 ke atas memiliki kemampuan membayar BBM yang non subsidi," paparnya saat di temui di kantornya, Selasa (14/9).
Saat ini pemerintah memang belum tahu mau memilih opsi yang mana. Tapi untuk masalah pengawasan, menurut Hatta selama ini BBM bersubsidi didistribusikan ke depo-depo dan pemerintah harus membayar subsidinya. "Padahal seharusnya ditentukan jumlahnya ketika masuk ke end user," kata Hatta.
Pasalnya kalau pemerintah masih mempergunakan sistem lama, maka pemerintah harus membayar kebocoran distribusi dari depo kepada end user yang mungkin sekali terjadi. Tapi kalau tekniknya bisa diubah, di depo belum dibayar dan baru ke dibayar waktu sampai di end user maka pemerintah hanya perlu membayar BBM bersubsidi tanpa kebocoran di tingkat depo.
Oleh sebab itu, dalam rapat koordinasi menteri perekonomian, Hatta mengaku sudah menyampaikan perlunya peningkatan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi. "Saya sudah menyampaikan pada Pertamina secara bertahap agar titik serah bukan di depo tetapi pada end user," ujar mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
Menurut Hatta, BPH Migas pernah menyampaikan rencana peningkatan pengawasan distribusi BBM bersubsidi supaya bisa menghemat hingga 850 ribu kiloliter BBM bersubsidi.
Sementara itu, Direktur Niaga Pertamina Djaelani Sutomo belum mau berkomentar banyak terkait hal ini. "Mohon maaf, kami belum tahu keputusannya seperti apa. Belum ada usulan-usulan yang diajukan karena polanya belum ada," elak Djaelani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News