kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dirjen Pajak: Google patuh UU Pajak Indonesia


Selasa, 13 Juni 2017 / 21:11 WIB
Dirjen Pajak: Google patuh UU Pajak Indonesia


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pemerintah telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan digital raksasa Google Asia Pasific (GAP) Pte Ltd terkait dengan kewajiban membayar pajak di Indonesia.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Google mau membayar pajak atas penghasilannya yang didapat dari Indonesia dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2016. Namun, ia enggan menyebutkan betapa angka pajak yang dibayarkan Google.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bilang, dirinya belum bisa memastikan yang dibayarkan oleh Google adalah pajak untuk satu tahun saja atau tunggakan pajak lima tahun ke belakang, lantaran dirinya belum menerima laporan. Namun menurut dia, Ditjen Pajak akan tetap akan memeriksa dan menghitung rekam pajak dalam SPT GAP selama lima tahun ke belakang.

“Google ikuti UU pajak di Indonesia. Selesai,” ucap dia di Gedung DPR, Selasa (13/6).

Menurut Ken, kemauan Google untuk bayar pajak dengan menggunakan SPT 2016, mereka sudah patuh kepada UU pajak yang mengatakan bahwa Google adalah Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian, kesepakatan yang dimaksud oleh Sri Mulyani sebelumnya bukan kesepakatan dalam arti sesungguhnya. “Bukan, bukan kesepakatan. UU yang setujui bahwa mereka ikuti UU,” katanya,

Ken mengungkapkan, proses pemajakan kepada Google selama ini berjalan lambat karena perusahaan tersebut mengira Indonesia menggunakan ketentuan OECD. Sementara Indonesia bukan termasuk negara OECD.

Dengan demikian, menurut Ken bukan proses negosiasi yang membuat proses itu menjadi lama. “Kami diminta ikut (aturan) OECD. Saya bilang, kami bukan OECD. Kita masih observer,” kata Ken.

Ken melanjutkan, Google dalam hal ini tidak bisa menolak untuk membayar tunggakan pajak lima tahun ke belakang. “Mereka setuju dengan BUT, masa dia gak mau, otomatis ini tahun belakangnya (harus dibayar),” jelasnya.

Namun demikian, apabila Google belum membayar tunggakan lima tahun itu, Ken mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa yang baru dibayarkan adalah pajak setahun dulu atau tahun pajak 2015 lalu. Nantinya, Google harus melakukan self assessment lagi dengan menghitung kewajiban pajaknya sendiri.

“Bisa setahun dulu lalu dihitung lagi. Mungkin dia cari dokumen, tapi saya belum tahu yang sudah dibayar 2016 (tahun pajak 2015) atau yang mana. Intinya bayar pajak boleh dicicil,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×