Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 dengan tersangka bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani.
Bambang tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.04 WIB dan baru keluar sekitar pukul 15.50 WIB. Saat ditanya wartawan, Bambang menyatakan telah memberikan keterangan kepada penyidik KPK sebatas mengenai penyediaan batubara untuk PLTU Riau-1. “Saya telah sampaikan semua ke penyidik mengenai hubungannya dengan pengusahaan batubara,” ujarnya
Bambang memastikan pihaknya tidak ada peran maupun keterlibatan di kasus yang telah menjerat tiga tersangka tersebut. “Enggak ada,” ujar Bambang saat ditanya wartawan apakah ikut berperan dalam proyek PLTU Riau-1 tersebut.
Tiga orang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus ini. Yakni bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes B. Kotjo, dan mantan Menteri Sosial yang juga bekas Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.
Eni yang merupakan kader Partai Golkar ini diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited agar perusahaan tambang batubara itu dapat ikut serta dalam proyek PLTU Riau-1.
Sementara Idrus Marham diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut dijanjikan menerima 1,5 juta dollar Amerika Serikat oleh Johannes Kotjo.
Ketiga tersangka tersebut kini ditahan KPK. Idrus Marham dijerat pasal 12 Undang-undang huruf atau b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP atau pasal 56 ke - 2 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Lalu, Eni dijerat Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Johannes Kotjo dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News