CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Dilema Pembatasan BBM, Beban Fiskal Berkurang Tetapi Daya Beli Sedang Lesu


Senin, 16 September 2024 / 20:13 WIB
Dilema Pembatasan BBM, Beban Fiskal Berkurang Tetapi Daya Beli Sedang Lesu
ILUSTRASI. Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi di spbu pertamina Pondok Kacang, Tangerang selatan, Banten, Minggu (26/5). Pemerintah berencana memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2025 mendatang. Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta kiloliter (KL) per tahun serta menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/26/05/2024.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah dikabarkan akan menerapkan kebijakan pembatasan penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni Pertalite dan Biosolar, mulai 1 Oktober 2024.

Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesehatan fiskal dan memastikan subsidi tepat sasaran.

Menurut Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data Indef, kebijakan tersebut merupakan dilema.

Di satu sisi, pembatasan subsidi akan membantu fiskal negara, tetapi di sisi lain, kondisi daya beli masyarakat yang tengah menurun dapat semakin tertekan.

Baca Juga: Inflasi Bakal Terkerek 3,5% Jika Pemerintah Batasi BBM Bersubsidi

"Masyarakat mampu perlu didorong untuk menggunakan BBM beroktan tinggi demi menjaga lingkungan. Namun, kebijakan ini dihadapi oleh kenyataan bahwa daya beli pengguna BBM bersubsidi saat ini sedang dalam tren penurunan tajam," ungkap Eko saat berbicara kepada Kontan.co.id pada Senin (16/9).

Ia menambahkan, penurunan daya beli ini dapat berdampak buruk pada aktivitas ekonomi secara keseluruhan.

"Dampaknya bukan hanya pada inflasi yang saat ini dalam tren deflasi, tetapi juga pada penurunan aktivitas ekonomi."

Baca Juga: Penjualan Pertalite Akan Dibatasi, Ayo Daftar QR Code Di Subsiditepat.mypertamina.id

Eko juga menyoroti bahwa jika pembatasan diterapkan, beban fiskal pemerintah untuk kompensasi BBM akan tetap berat, bukan karena perusahaan atau usaha masyarakat kalah bersaing, tetapi karena situasi ekonomi yang tidak mendukung.

Sementara itu, Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Indef, memprediksi inflasi akan meningkat jika pembatasan BBM bersubsidi diberlakukan.

Namun, ia juga menekankan bahwa dampak kenaikan inflasi bisa diminimalisasi jika pemerintah memprioritaskan angkutan umum dalam penggunaan BBM bersubsidi.

"Kebijakan ini bisa membantu penghematan fiskal, tetapi perlu diingat bahwa daya beli masyarakat saat ini sedang melemah," ujar Esther pada Kamis (12/9) dalam diskusi publik bertema *Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat*.

Baca Juga: BBM Subsidi Akan Dibatasi, Cek Harga Pertalite, Pertamax, Shell, Vivo September 2024

Ia menekankan bahwa pembatasan BBM bersubsidi sebaiknya dipertimbangkan kembali, karena hal ini berpotensi memperburuk kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah yang saat ini sudah tertekan.

Esther juga menyoroti ketidakseimbangan antara kenaikan inflasi dengan upah, yang dapat semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat.

"Kita lihat lagi kenaikan inflasi, itu ternyata tidak sebanding dengan kenaikan upah. Alangkah baiknya jika kebijakan ini dipertimbangkan lagi, terutama dalam melihat dampaknya terhadap lapangan kerja dan daya beli masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×